KUNINGAN, KASATU.ID - Tangis haru menyelimuti Aula Lantai 3 Kuningan Eyes Center (KEC), Minggu, 20 Juli 2025. Sebanyak 20 anak dan 2 remaja tunanetra mengikuti Wisuda Tahfidz Qur’an Gelombang Pertama yang diselenggarakan oleh Yayasan Netra Berkah Mandiri dan Rumah Sahabat KITA.
Yang membuat acara ini menyentuh bukan hanya karena peserta adalah anak-anak dengan keterbatasan penglihatan, melainkan juga karena semangat mereka yang melampaui batas. Mereka menghafal ayat-ayat suci yang bahkan tidak mudah bagi orang dengan penglihatan sempurna.
Acara berlangsung khidmat dan dihadiri sejumlah tokoh, antara lain pemilik KEC dr. Achmad Budi Utomo, Sp.M, Pengurus Rumah Sahabat Qur’an Drs. Harun Kusyano, Inisiator Gerakan KITA dan Pembina RSQ Ikhsan Marzuki, serta Ketua BAZNAS Kabupaten Kuningan Drs. H.R. Yayan Sofyan, M.M. Sejumlah undangan lain juga turut hadir.
Dalam sambutannya, Drs. Harun Kusyano menekankan pentingnya silaturahmi sebagai inti dari kegiatan.
“Kami ingin mempererat hubungan antara anak-anak, pengurus, dan orang tua. Lebih dari itu, kami ingin menanamkan rasa percaya diri kepada anak-anak bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk menjadi luar biasa,” ujarnya.
Dukungan juga datang dari pemilik KEC. dr. Achmad Budi Utomo menyampaikan apresiasi terhadap pemilihan aula KEC sebagai lokasi acara.
“Ini momen bersejarah. Bisnis KEC sendiri berkaitan erat dengan dunia disabilitas, dan saya membuka pintu selebar-lebarnya jika ada pihak lain yang ingin menyelenggarakan kegiatan serupa di tempat ini,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua BAZNAS Kuningan, H.R. Yayan Sofyan, mengungkapkan rasa haru.
“Saya sering hadir dalam wisuda tahfidz, tapi ini pertama kalinya saya menyaksikan yang diikuti oleh anak-anak tunanetra. Luar biasa. Mereka adalah pejuang cahaya dalam gelap,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Sebagai bagian dari proses wisuda, dilakukan uji publik hafalan oleh Ustadz Ahmad Taufik, Lc. Ia membacakan potongan ayat, dan anak-anak dengan lancar melanjutkan hafalan mereka yang menegaskan bahwa keterbatasan penglihatan tak menyurutkan kekuatan daya ingat mereka.
Suasana emosional kian terasa saat anak-anak menampilkan puisi dan lagu. Namun, puncak haru terjadi ketika para wisudawan memakaikan mahkota kepada orang tua mereka dan melakukan sungkeman. Tangan-tangan mungil memeluk wajah-wajah yang menjadi cahaya hidup mereka, walau dunia mereka gelap.
Dalam penutup, Ikhsan Marzuki menyampaikan rasa syukur dan harapannya atas keberlangsungan program ini.
“Ini bukan sekadar acara. Ini adalah bukti bahwa cahaya Al Qur’an tak mengenal batas fisik. Semoga acara ini menjadi awal dari keberlangsungan generasi penjaga Qur’an dari kalangan tunanetra. Setiap pihak yang terlibat telah mewakafkan yang terbaik, baik itu tenaga, waktu, pikiran, maupun dukungan materi. Semoga semua itu menjadi pahala kolektif di hadapan Allah,” tuturnya.
Momen ini bukan hanya tentang capaian menghafal, tetapi juga tentang pesan kuat: bahwa keterbatasan fisik tidak mampu membatasi cahaya hati dan kemuliaan ruhani. Kuningan hari itu menjadi saksi lahirnya cahaya-cahaya kecil yang bersinar dalam gelap sebuah bukti bahwa Al Qur’an adalah lentera bagi siapa saja yang bersungguh-sungguh memeluknya.
.RED