KUNINGAN, KASATU.ID - Mutasi ASN Jilid 2 di Kabupaten Kuningan tampaknya bukan sekadar agenda birokrasi, tapi lebih mirip pentas drama komedi yang naskahnya disusun terburu-buru. Penontonnya rakyat. Pemerannya? Para pejabat yang seharusnya menjaga marwah birokrasi, tapi malah sibuk menata jabatan layaknya papan catur keluarga.
Bagaimana tidak, dalam mutasi terbaru itu, pasangan suami istri, Purwadi Hasan Darsono, S.Hut., M.Sc dan Rinekawiati Soelaeman, MT., MPP, ditempatkan dalam satu dinas Bappeda. Sang suami jadi Kepala, sedangkan sang istri sudah lama menjabat sebagai Sekretaris. Tepat di bawahnya. Netralitas ASN? Ah, mungkin itu cuma slogan di spanduk rak usang kantor BKPSDM.
Hebatnya, ini semua bisa lolos mulus lewat meja mutasi yang diketuai langsung oleh Beni Prihayatno, pejabat serba bisa yang menjabat Penjabat Sekretaris Daerah, Kepala BKPSDM, dan tentu saja Ketua Baperjakat. Tiga jabatan strategis digenggam dalam satu tangan, tapi justru kecolongan mendasar entah tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa Kepala dan Sekretaris Bappeda itu pasangan suami istri.
Publik geger. Media sosial ramai. “Ini bukan mutasi, ini dagelan,” kata netizen. Dan dagelan itu viral ke mana-mana. Kuningan pun jadi bahan tertawaan nasional. Lalu siapa yang bertanggung jawab? Tentu bukan rakyat. Bukan pula tukang parkir kantor Bappeda. Tapi ya itu tadi Pj Sekda sekaligus Kepala BKPSDM, sekaligus Ketua Bapaerjakat Beni Prihayatno, orang yang memegang palu mutasi tapi tak cek siapa menikah dengan siapa.
Langkah cepat kemudian datang dari Bupati Kuningan, Dr. Dian Rachmat Yanuar, M.Si. Berdasarkan informasi internal, Bupati langsung menonjobkan Rinekawiati dari jabatannya. Mungkin sebagai upaya menyelamatkan nama Pemkab yang sudah terlanjur viral dan menjadi perbincangan banyak netizen.
Langkah nonjob ini memang dibenarkan dalam Permenpan-RB No. 15 Tahun 2019 dan PP 17 Tahun 2020, tapi pertanyaannya, kenapa bisa lolos sejak awal? Jawabannya mungkin hanya Beni Prihayatno yang tahu. Atau mungkin ia tak sempat memverifikasi data karena sibuk mengelola terlalu banyak jabatan.
Padahal regulasi sudah jelas. Peraturan BKN No. 3 Tahun 2000 menyebut pasangan suami istri dilarang berada dalam hubungan kerja langsung. PP No. 94 Tahun 2021 pun menyatakan ASN wajib menghindari benturan kepentingan. Tapi semua itu tampaknya tidak berlaku jika tim Baperjakat hanya mengandalkan “asal cocok” di meja, tanpa menyentuh dokumen pribadi ASN yang dimutasi.
Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, pun angkat bicara. Ia menyebut mutasi ini sebagai bukti bahwa sistem sudah tidak jalan.
“Masa Ketua Baperjakat tak tahu Kepala dan Sekretaris Bappeda itu suami-istri? Ini bukan kelalaian biasa, ini kekonyolan yang mengancam wajah birokrasi,” sindirnya. Ia menyebut Beni sebagai simbol kealpaan sistemik dimana pejabat yang terlalu banyak peran tapi lupa pada fungsi dasarnya.
Sorotan tajam mengarah padanya. Publik mempertanyakan, untuk apa Sekda merangkap jabatan strategis kalau hasilnya seperti ini? Sekali Beni teken mutasi, satu birokrasi bisa jadi bahan meme nasional. Mungkin Baperjakat perlu ganti nama dari Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan menjadi Badan Pembuat Jabatan Pasutri.
Kini, menjelang Mutasi Jilid 3 yang kabarnya akan segera digelar, masyarakat menunggu dengan deg-degan. Apakah ada lagi pasangan, saudara, atau tetangga dekat yang akan diorbitkan ke satu ruang kerja? Ataukah akhirnya Beni sadar bahwa memegang banyak jabatan bukan berarti tahu segalanya?
Yang jelas, rakyat tak butuh dagelan lagi. Mereka ingin birokrasi yang waras, mutasi yang masuk akal, dan pejabat yang tidak mengelola Kuningan seperti rumah tangga sendiri.
Hingga berita ini dipublikasi, Beni Prihayatno sebagai Kepala BKPSDM belum memberikan tanggapan langsung kepada media meski telah dikonfirmasi perihal adanya hal tersebut.
.RED