Notification

×

Iklan

Iklan

Kebijakan Mematikan PKL Kuningan, Uha: Dian Rachmat Yanuar Bupati Zalim

Senin, 14 Juli 2025 | Juli 14, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-14T00:27:01Z


KUNINGAN, KASATU.ID - Publik dikejutkan dengan pernyataan Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, yang terkesan mencuci tangan atas kebijakan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di sekitar Jalan Siliwangi dan Taman Kota. Dalam pernyataannya, Dian menyebut bahwa kebijakan tersebut merupakan bagian dari program penataan ruang yang diambil oleh Penjabat (Pj) Bupati sebelumnya.


Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, menyampaikan kritik keras terhadap sikap tersebut. Ia menilai pernyataan tersebut tidak pantas disampaikan, apalagi setelah Dian menjabat sebagai Bupati selama empat bulan.


“Kalau sekarang baru bicara, setelah usaha dan kehidupan para PKL sudah lama mati, itu sungguh mencederai nurani. Kekuasaan sudah dipegang, lalu selama ini beliau ke mana saja?” tegas Uha saat dimintai tanggapan, Minggu (13/7/2025).


Uha mengingatkan publik bahwa Bupati Dian Rachmat Yanuar sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Kuningan. Dalam posisi tersebut, lanjutnya, Dian juga ditunjuk sebagai Ketua Tim Pengarah Relokasi PKL sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Kuningan Nomor: 500.3.10/KPTS.327-Perek&SDA/2024.


“SK-nya jelas. Dia Sekda waktu itu, dan juga Ketua Tim Pengarah. Jadi tidak bisa tiba-tiba menghindar dari tanggung jawab. Itu bukan hanya cuci tangan, tapi sudah mencoreng etika seorang pemimpin,” ucap Uha.


Ia menyebut bahwa polemik besar yang kini terjadi di masyarakat adalah hasil langsung dari kebijakan relokasi tersebut. Menurutnya, kondisi para PKL yang dipindahkan ke Puspa Siliwangi saat ini sangat menyedihkan dan memilukan.


“Banyak yang kehilangan pembeli, omzet anjlok, dan bahkan gulung tikar. Lalu sekarang saat dampaknya terasa, malah tidak ada yang bertanggung jawab?” kata Uha geram.


Ia menambahkan, kebijakan relokasi seharusnya dibangun dari kajian yang matang dan bertujuan untuk kepentingan serta kesejahteraan rakyat, bukan malah membunuh mereka secara perlahan. Terlebih, menurutnya, anggaran yang digelontorkan untuk proyek relokasi itu tergolong fantastis.


“Bayangkan, anggarannya sampai Rp5 miliar. Tapi hasilnya? PKL dibunuh perlahan di tempat yang sepi pembeli. Ini ironi,” ujarnya.


Uha juga menegaskan bahwa PKL adalah pahlawan dalam sektor perdagangan informal. “Kalau relokasi ini tujuannya cuma biar tidak mengganggu estetika atau lalu lintas, itu sangat naif. Mereka bukan pengganggu, mereka penyambung hidup rakyat kecil,” katanya.


Menurut Uha, relokasi ke Puspa Siliwangi dan Food Court Taman Kota hanya menambah beban para PKL. “Di tengah ekonomi sulit, mereka disuruh pindah ke lokasi yang tidak strategis. Itu menyakitkan,” ucapnya.


Uha juga mengaitkan kondisi ini dengan fakta kemiskinan di Kabupaten Kuningan. Ia menyebut bahwa berdasarkan data BPS Jawa Barat tahun 2024, ada 131,83 ribu jiwa penduduk miskin ekstrem di Kuningan atau sekitar 11,88 persen dari total penduduk. Bahkan, angka kedalaman dan keparahan kemiskinan meningkat dibanding tahun sebelumnya.


“Ini sudah darurat. Tapi kebijakan APBD justru tidak mencerminkan upaya serius untuk menyelesaikan akar masalah ekonomi rakyat,” ujarnya.


Ia mengkritik bahwa tidak ada gerakan perekonomian konkret yang muncul dari kebijakan Bupati saat ini.


“Pemimpin itu bukan soal gaya dan pencitraan. Sehebat apa pun dia bicara, kalau rakyatnya kelaparan, itu tidak ada artinya,” tutur Uha.


Ia menilai saat ini realitas kebijakan dan pelaksanaan di lapangan seperti bumi dan langit. Menurutnya, Kuningan tengah berkecamuk dengan gelombang kemiskinan, namun tidak ada langkah nyata dari para penguasa daerah.


“Kuningan memang indah dengan Gunung Ciremai, tapi di balik itu, ada jeritan rakyat yang tak terdengar. Ada 13 persen masyarakat hidup menderita. Itu fakta,” tegasnya.


Ia menutup dengan pernyataan keras, bahwa masyarakat harus sadar merekalah pemilik sah dari APBD dan pemerintahan daerah.


“Dari bangun tidur sampai tidur lagi, dari hidup sampai mati, itu hak rakyat untuk diurus oleh pemimpinnya. Tapi apa yang terjadi sekarang? Rakyat diabaikan, PKL dibunuh pelan-pelan, pemimpinnya cuci tangan,” tukasnya.


“Yang paling menyedihkan adalah ketika pemimpin bersikap cuek, lambat, dan masa bodoh terhadap rakyat kecil. Hanya pemimpin zalim yang tega membunuh rakyatnya sendiri,” pungkas Uha Juhana.


.RED

×
Berita Terbaru Update