Kuningan, KuninganSatu.com - Klarifikasi Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, M.Si, mengenai pembangunan mushola baru di kawasan Pendopo yang diklaim sebagai hasil sumbangan pribadi, justru membuka dugaan pelanggaran etik dan hukum yang lebih serius. Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, menyebut narasi tersebut sarat dengan kebohongan publik dan patut dicurigai sebagai bentuk gratifikasi terselubung.
“Kami punya bukti nyata. Ada gambar teknis, RAB, dokumentasi survey lapangan oleh Dinas PUTR. Siapa yang menginstruksikan kegiatan itu? Kalau ini benar-benar donasi pribadi, mengapa fasilitas negara dilibatkan secara administratif dan teknis? Ini jelas tidak masuk akal,” tegas Uha dalam konferensi pers, Senin (7/7/2025).
Uha bahkan menegaskan, jika pembangunan mushola itu betul-betul merupakan hibah atau bantuan pribadi, maka pemerintah daerah cukup menerima dalam bentuk “terima kunci”, tanpa perlu terlibat dalam proses perencanaan teknis, desain, dan anggaran. Keterlibatan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) dalam proses awal menunjukkan bahwa proyek ini bukan sekadar inisiatif sahabat pribadi, melainkan sudah masuk ke dalam mekanisme perencanaan resmi.
“Pemda itu bukan badan amal. Setiap bantuan harus dicatat, disahkan, dan dilaporkan secara terbuka. Jangan berlindung di balik kata ‘sumbangan’. Jika betul itu hibah, maka tampilkan siapa pemberinya! Rakyat berhak tahu siapa yang membangun fasilitas di atas tanah negara,” ujar Uha dengan nada keras.
Uha membandingkan kasus ini dengan gelaran Tour de Linggarjati, sebuah ajang balap sepeda berskala nasional yang akan dilaksanakan tanpa menggunakan APBD. Dalam kegiatan itu, kata Uha, sumber dana dan pihak penyumbang diumumkan secara transparan ke publik, termasuk identitas sponsor dan bentuk kontribusinya.
“Tour de Linggarjati saja pemerintah bisa terbuka ini disponsori siapa, tanpa APBD, ini logistiknya dari mana. Kenapa sekarang malah mushola di Pendopo dibikin gelap? Apa karena ada sesuatu yang ingin ditutupi?” sindirnya tajam.
Uha juga mendesak agar Handry Chalvian, S.T., M.Si., selaku Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUTR, segera memberikan klarifikasi terbuka kepada publik. Ia menilai hanya pejabat teknis seperti Handry yang bisa mengungkap siapa yang memerintahkan penyusunan gambar dan survei lapangan.
“Jangan hanya Bupati yang bicara politis. Sekarang kami butuh pejabat teknis untuk buka suara. Pak Handry harus bicara siapa yang menyuruh membuat gambar? Apakah ini berdasarkan perintah resmi? Atau ada tekanan dari atasan?” tanya Uha.
Ia mengingatkan bahwa tanah dan fasilitas pendopo merupakan aset milik negara, bukan milik pribadi Bupati. Maka setiap bentuk pembangunan di atasnya harus memiliki dasar hukum dan regulasi, baik dalam bentuk peraturan daerah, perbup, maupun persetujuan dari lembaga pengelola aset daerah.
“Ini bukan pekarangan pribadi. Tanah itu milik negara. Jika dibangun sesuatu di atasnya oleh pihak luar, tanpa legalitas hibah atau prosedur administrasi resmi, itu bisa masuk ke ranah penyalahgunaan wewenang bahkan gratifikasi,” tegas Uha.
Uha juga menyoroti ketimpangan moral dalam kebijakan tersebut, di tengah fakta bahwa ribuan warga Kabupaten Kuningan saat ini masih hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem. Banyak mushola di desa-desa rusak, lapuk, tanpa penerangan dan fasilitas wudhu, tetapi justru mushola baru dibangun di pusat kekuasaan.
“Kalau niatnya ibadah, kalau benar ada orang dermawan, kenapa tidak dibangun di desa-desa yang benar-benar butuh? Jangan bangun simbol di halaman pendopo lalu klaim seolah itu untuk umat. Ini pencitraan, ini ironi yang menyakitkan!” tegasnya lagi.
LSM Frontal berkomitmen membawa persoalan ini ke KPK, Ombudsman, dan DPRD. Mereka juga mendorong pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki siapa yang sebenarnya berada di balik proyek ini, serta apakah ada konflik kepentingan atau barter proyek yang melibatkan kekuasaan dan pengusaha.
“Kalau Bupati tidak mau terbuka, lebih baik mundur. Ini bukan hanya soal mushola, ini soal integritas. Dan kalau gratifikasi itu terbukti, kami pastikan akan kami bawa ke jalur hukum. Ini bukan ancaman. Ini janji untuk rakyat,” pungkas Uha.
(red)