KUNINGAN, KASATU.ID - Kabupaten Kuningan tak kekurangan masalah. Jalan rusak di desa-desa, pelayanan publik yang amburadul, birokrasi yang sibuk menjilat atasan ketimbang melayani rakyat, hingga angka kemiskinan yang tetap keras kepala. Tapi ironisnya, di tengah tumpukan persoalan itu, suara mahasiswa justru nyaris tak terdengar. Sunyi. Hilang ditelan rutinitas organisasi dan seminar-seminar kosong.
Di kampus, mereka tampil bak singa podium. Berteriak lantang mengutip Marx, Lenin, bahkan Tan Malaka. Tapi ketika berhadapan dengan realitas rakyat, mereka lebih mirip kucing rumahan. Tak berdaya, atau jangan-jangan memang tak mau peduli.
Mahasiswa organisatoris di Kuningan sering kali lebih sibuk membicarakan isu-isu di Jakarta ketimbang melihat jalan desa yang menganga di depan mata. Mereka begitu semangat mengkritik DPR RI, tapi bisu ketika melihat dana desa diselewengkan. Mereka bisa menulis panjang lebar soal oligarki, tapi tak berani buka suara saat kepala desa membagi-bagikan proyek pada koleganya.
Ini bukan sekadar kemunduran, tapi kemunafikan.
Bicara perubahan tapi tak hadir di tengah rakyat adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai intelektual. Kalau hanya pintar menggelar diskusi dan menyusun rilis media yang tak dibaca warga, lalu di mana bedanya kalian dengan para pejabat yang cuma pandai membuat janji?
Saya sering bertanya dalam forum-forum kecil: apakah mahasiswa kita benar-benar peduli, atau hanya ingin terlihat peduli? Jangan-jangan, mereka sedang terkena penyakit kaum intelektual zaman now: Fear of Missing Out. Takut tidak viral, takut tidak dianggap progresif, takut kehilangan eksistensi di media sosial tapi tidak pernah takut melihat rakyatnya terus diinjak-injak.
Padahal, suara mahasiswa bisa menjadi palu yang mengguncang sistem jika diarahkan ke tempat yang tepat. Kuningan ini tidak butuh lebih banyak orasi. Ia butuh lebih banyak aksi. Bukan di ruang kelas, tapi di jalanan desa, di balai warga, di kantor pemerintah yang keropos oleh korupsi kecil-kecilan.
Kita tidak sedang kekurangan teori, kita sedang kekurangan keberanian.
Jika mahasiswa hanya vokal saat Ospek dan LDK, tapi lenyap ketika rakyat menjerit, maka sejujurnya kalian tak beda dengan birokrat yang kalian hujat. Sama-sama suka tampil, tapi nihil tanggung jawab.
Bangkitlah, mahasiswa Kuningan. Jangan jadi generasi yang lantang di kampus, tapi mati gaya di lapangan.
Ditulis oleh: Andika Ramadhan
Salah satu mahasiswa Kuningan yang percaya bahwa perubahan tak harus dimulai dari Senayan, tapi cukup dari suara kecil yang jujur di desa sendiri.