Notification

×

Iklan

Iklan

Polemik Mutasi Pasutri Satu Atap, Uha: Bupati Kuningan Copot Pj Sekda!

Rabu, 16 Juli 2025 | Juli 16, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-16T01:00:00Z

KUNINGAN, KASATU.ID - Kritik terhadap kebijakan mutasi pejabat eselon II di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuningan kian meluas. Setelah sebelumnya ramai disorot karena menempatkan pasangan suami-istri dalam satu struktur organisasi untuk jabatan Kepala dan Sekretaris Bappeda, kini desakan datang dari LSM Frontal agar Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Kuningan, Beni Prihayatno, dicopot dari seluruh jabatannya. Beni diketahui juga merangkap sebagai Kepala BKPSDM dan Ketua Baperjakat, tiga posisi kunci dalam sistem manajemen kepegawaian daerah.

Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, menyebut rangkap jabatan tersebut bukan hanya berbahaya dari sisi tata kelola pemerintahan, tetapi juga telah terbukti menghasilkan keputusan mutasi yang sarat cacat etis dan diduga melanggar hukum administrasi negara. Menurutnya, Beni Prihayatno telah melakukan pelanggaran disiplin berat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Dalam UU ASN, khususnya Pasal 3 huruf a sampai e, telah ditegaskan prinsip dasar penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN, yakni meliputi kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, akuntabilitas, dan netralitas. Penempatan pasangan suami-istri pada jabatan strategis yang saling beririsan langsung dalam satu OPD jelas bertentangan dengan prinsip profesionalitas dan akuntabilitas tersebut. Bahkan, Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS secara tegas menyebut bahwa setiap pegawai wajib menghindari segala bentuk konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas.

Uha menyatakan bahwa kebijakan mutasi yang disahkan oleh Baperjakat Kuningan di bawah kepemimpinan Beni Prihayatno mencerminkan kelalaian institusional yang sangat serius. Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Baperjakat, Beni semestinya memberikan pertimbangan berbasis meritokrasi dan asas ketidakberpihakan, bukan justru meloloskan struktur birokrasi yang rentan kolusi karena relasi suami-istri di dalamnya.

Lebih lanjut, Uha menilai bahwa keputusan ini juga menunjukkan adanya potensi penyalahgunaan wewenang dalam proses rotasi dan promosi jabatan. UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menegaskan bahwa setiap pejabat pemerintahan dilarang menggunakan kewenangan secara sewenang-wenang atau menyalahgunakannya untuk kepentingan yang tidak sah. Dalam konteks ini, pemberian jabatan kepada pasangan suami-istri di dalam satu OPD bukan hanya menimbulkan persepsi publik akan nepotisme, tapi juga mencederai marwah pemerintahan yang bersih dan berintegritas.

Atas dasar itu, Uha mendesak agar Bupati Kuningan segera membebastugaskan Beni Prihayatno dari seluruh jabatannya, termasuk sebagai Pj Sekda, Kepala BKPSDM, dan Ketua Baperjakat. Menurutnya, keberadaan Beni dalam tiga posisi strategis justru telah memperlemah sistem checks and balances dalam manajemen ASN.

Tidak berhenti pada eksekutif, Uha juga mendesak DPRD Kabupaten Kuningan untuk menggunakan hak interpelasi sebagai wujud pengawasan politik terhadap kebijakan Bupati yang dinilai maladministratif dan menciptakan preseden buruk bagi tata kelola birokrasi daerah. Hak interpelasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 55, yang memberikan kewenangan kepada DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan penting dan strategis yang berdampak luas pada masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan.

Menurut Uha, mutasi ini tidak bisa dianggap sebagai kesalahan teknis semata, melainkan merupakan tindakan yang berimplikasi luas terhadap sistem kepegawaian dan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Oleh karena itu, DPRD harus memanggil Bupati secara resmi dan meminta pertanggungjawaban atas keputusan tersebut. Kegagalan dalam menggunakan hak interpelasi, lanjut Uha, akan menjadikan DPRD turut bertanggung jawab atas degradasi etika birokrasi yang sedang berlangsung.

Uha menegaskan bahwa jika tuntutan ini diabaikan, LSM Frontal akan mengirimkan laporan resmi kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan meminta dilakukan pemeriksaan mendalam terhadap proses mutasi dan keterlibatan Beni Prihayatno dalam keputusan tersebut. Selain itu, ia juga mendorong Inspektorat Daerah dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) agar turun tangan mengaudit kebijakan yang diduga telah keluar dari koridor regulasi kepegawaian nasional.

Menurutnya, diamnya DPRD dan pasifnya Bupati dalam memperbaiki keadaan hanya akan memperkuat anggapan publik bahwa sistem pemerintahan di Kuningan kini dikendalikan oleh segelintir elit yang anti-kritik dan anti-akuntabilitas.

“Ini bukan sekadar soal mutasi jabatan. Ini soal arah pemerintahan. Apakah Kuningan mau dikelola berdasarkan hukum dan akal sehat, atau hanya menjadi ladang permainan para pejabat yang tidak paham etika dan tanggung jawab?” tutup Uha dengan nada geram.

.RED
×
Berita Terbaru Update