Ada “Ayam” di Balik PPDB SMAN 3 Kuningan?
KUNINGAN, KASATU.ID - Praktik jual beli kursi siswa kembali mencuat, kali ini diduga terjadi di SMAN 3 Kuningan. Informasi yang dihimpun Sumbu Rakyat menyebutkan adanya dugaan suap dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2025/2026.
Sejumlah pihak menyebut, oknum pegawai sekolah diduga menjanjikan bisa meloloskan calon siswa dengan tarif sebesar Rp5 juta per orang.
Lebih mengkhawatirkan lagi, praktik ini disebut-sebut menggunakan kode tertentu. Kata “Ayam” digunakan untuk menyebut uang, sedangkan istilah “ringan” dan “berat” dipakai untuk mengkategorikan besarnya jumlah yang harus disetor. Kode-kode itu diduga sengaja digunakan untuk mengelabui dan menyamarkan transaksi yang dilakukan di luar mekanisme resmi PPDB.
Ketua Umum Sumbu Rakyat Kuningan, Genie, mengecam keras praktik tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai keadilan dalam dunia pendidikan.
“Sekolah seharusnya jadi tempat anak-anak menggapai masa depan, bukan jadi tempat transaksi hitam yang hanya menguntungkan segelintir oknum,” ujarnya, Jum'at (1/8/2025).
Menurut Genie, meskipun masa PPDB telah berlalu, kasus ini tetap harus diselidiki. Dugaan suap, apalagi jika dilakukan secara terstruktur, bisa menjadi indikasi bahwa praktik semacam ini sudah berjalan lama dan dibiarkan. Ia mendesak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan aparat penegak hukum untuk segera turun tangan menyelidiki kasus ini.
“Kalau benar ada jual beli kursi, maka ini bukan sekadar pelanggaran aturan, tapi juga pelanggaran moral dan hukum. Ini bisa menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan,” tambahnya.
Sumbu Rakyat juga membuka ruang pengaduan bagi masyarakat yang memiliki informasi atau pernah mengalami hal serupa.
“Kami mengajak para orang tua siswa dan masyarakat umum untuk tidak takut bersuara. Jika ada bukti, laporkan. Kami siap kawal,” tegas Genie.
Ia juga menekankan bahwa praktik semacam ini memperlebar jurang ketimpangan sosial, karena hanya yang punya uang yang bisa “membeli” bangku sekolah, sementara anak-anak dari keluarga tidak mampu harus tersisih meski memiliki nilai tinggi.
“Ini mencederai prinsip keadilan dan meritokrasi,” lanjutnya.
Sumbu Rakyat menegaskan akan terus mengawal isu ini hingga terang benderang.
“Kami tidak akan tinggal diam. Jika dunia pendidikan terus dibiarkan seperti ini, maka kita sedang menyiapkan generasi penerus yang tumbuh dalam ketidakadilan,” tutup Genie.
.RED