Dari Anak Desa Jadi Finalis Petani Milenial Jawa Barat, Kisah Wildan dari Cihirup
Saya Wildan.
Lahir dan besar di Dusun Manis, Desa Cihirup, Kecamatan Ciawigebang, Kabupaten Kuningan. Anak desa biasa. Bukan siapa-siapa. Tapi saya punya mimpi.
Dalam keluarga saya, boleh dibilang saya satu-satunya yang memilih jalan berbeda. Kakak-kakak saya bekerja di bidang kesehatan, ada yang jadi dokter, ada yang perawat. Sedangkan saya memilih jalan berlumpur. Saya memilih menjadi petani.
Bukan karena saya gagal jadi yang lain. Tapi karena saya tahu kalau tanah ini butuh dijaga. Sawah-sawah di desa kami tidak akan menanam sendiri. Dan negeri ini tidak akan kenyang hanya dengan wacana.
Saya Pulang untuk Bertani, Bukan untuk Diam
Saya kuliah di jurusan Agribisnis. Lulus, saya tidak pergi ke kota mencari pekerjaan. Saya pulang. Ke Cihirup. Ke sawah. Ke kehidupan yang saya kenal sejak kecil. Tahun 2019, saya mulai menggarap lahan yang hanya beberapa petak.
Sekarang, alhamdulillah saya mengelola 13,5 hektare. Saya tidak ingin menjadi petani yang hanya pasrah pada cuaca. Saya ingin berubah dan ikut mengubah. Saya mengikuti pelatihan dari BBPP Lembang dan Dinas Pertanian.
Saya menggunakan combine harvester, traktor roda empat, sistem irigasi tetes, dan bahkan merancang oven pengering padi untuk membantu petani sekitar. Saya juga belajar manajemen usaha tani, literasi keuangan, hingga digitalisasi pertanian. Karena bagi saya, bertani bukan sekadar menunggu panen tapi tentang terus bergerak.
Regenerasi Itu Nyata, Bukan Seremonial
Saya tahu saya tidak sendiri. Sekarang ada 685 petani milenial di Kabupaten Kuningan yang aktif dan sudah ikut pelatihan lalu turun langsung ke lapangan. Kami bukan pajangan di acara panen raya. Kami belajar, kami bertani, kami membangun ekosistem bersama.
Kami juga mendapat dukungan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan mulai dari pelatihan alat dan mesin pertanian (alsintan), pendampingan teknis, hingga akses pasar.
Kami Tidak Cuma Terdata Kami Bergerak
Banyak yang bertanya, “Apakah regenerasi ini hanya simbolik? Apakah ada datanya?” Dan izinkan saya menjawab.
Dari Sensus Pertanian 2023, tercatat ada 10.674 petani berusia 19–39 tahun di Kabupaten Kuningan. Itu sekitar 17,56% dari total petani di daerah ini. Saya salah satunya. Terdata. Terlatih. Aktif. Dan saya yakin, angka itu akan terus bertambah selama ruang belajar dan akses dibuka luas.
Teknologi Itu Dipakai, Bukan Dipajang
Saya paham kekhawatiran sebagian orang bahwa alat-alat seperti combine harvester hanya jadi pajangan. Tapi saya gunakan alat itu setiap musim panen. Saya tahu cara mengoperasikan, merawat, dan bahkan meminjamkannya ke tetangga petani.
Setiap penerima alsintan di Kuningan wajib ikut pelatihan teknis. Jadi bukan asal dapat lalu dibiarkan. Hasilnya nyata, biaya panen menurun, waktu kerja lebih efisien, dan produktivitas saya naik hingga 30%. Teknologi bukan soal gaya-gayaan. Teknologi adalah alat perjuangan.
Anak Muda Masih Ada yang Mau Bertani
Saya sadar, tidak semua anak muda tertarik menjadi petani. Tapi bukan berarti semuanya acuh. Saya sendiri memilih kembali ke sawah, karena saya percaya bahwa bertani bukan pekerjaan terbelakang, tapi masa depan.
Sekarang kami bertani bukan hanya dengan cangkul, tapi juga dengan ide, strategi, dan inovasi. Kami hadir di sawah, bukan hanya di seminar.
Kami Tidak Jalan Sendiri
Kami membentuk komunitas. Kami ikut Sekolah Lapang, pelatihan literasi keuangan, digitalisasi pertanian, dan wirausaha tani. Kami belajar soal pasar, teknologi, dan pertanian berkelanjutan. Saya sendiri aktif mengajak anak muda dari desa lain.
Karena saya yakin regenerasi petani tidak bisa tumbuh kalau berjalan sendirian. Butuh dukungan. Butuh ruang. Dan butuh kepercayaan.
Finalis Petani Milenial Jawa Barat Untuk Desa, Bukan Gengsi
Alhamdulillah, saya sedang menunggu hasil seleksi final Petani Milenial Regenerasi Komoditas Tanaman Pangan Terbaik se-Jawa Barat. Saya sudah masuk 3 besar dan lolos verifikasi lapangan. Semoga bisa jadi juara.
Bukan untuk gagah-gagahan. Tapi agar anak muda desa tahu bahwa petani bisa membanggakan, bisa menginspirasi.
Mari Kita Bicara, Tapi di Ladang
Saya bukan pengamat. Saya bukan pengkritik. Saya petani. Saya bangun pagi bukan untuk bicara teori. Saya tanam. Saya rawat. Saya panen.
Kalau mau bicara soal regenerasi petani, mari turun ke sawah. Lihat lumpur di kaki kami. Lihat bibit di tangan kami. Lihat kerja, bukan hanya kata-kata. Karena perubahan tidak lahir dari panggung acara, tapi dari tangan-tangan yang menyentuh tanah.
Salam dari Cihirup,
Ditulis oleh: Wildan Mauludin
Petani Milenial Kabupaten Kuningan
Finalis 3 Besar Petani Milenial Tanaman Pangan Terbaik Jawa Barat