Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
KaSatu.id - To The Point

KaSatu.id - To The Point

  • Business
  • _Strategy
  • _Economy
  • _Finance
  • _Retail
  • _Advertising
  • _Careers
  • _Media
  • _Real Estate
  • _Small Business
  • _The Better Work Project
  • _Personal Finance
  • Tech
  • _Science
  • _AI
  • _Enterprise
  • _Transportation
  • _Startups
  • _Innovation
  • Markets
  • _Stocks
  • _Indices
  • _Commodities
  • _Crypto
  • _Currencies
  • _ETFs
  • Lifestyle
  • _Entertainment
  • _Culture
  • _Travel
  • _Food
  • _Health
  • _Parenting
  • Politics
  • _Military & Defense
  • _Law
  • _Education
  • Reviews
  • _Tech
  • _Streaming
  • _Tickets
  • _Kitchen
  • _Style
  • _Beauty
  • _Gifts
  • _Deals
  • Video
  • _Big Business
  • _Food Wars
  • _So Expensive
  • _Still Standing
  • _Boot Camp
  • Home
  • News
  • Politik
  • Ekonomi
  • Artis
  • Trending
  • Tekno
  • Oto
  • Dunia
  • Gaya
  • Sehat
  • Bola
  • Olahraga
  • Foto
HEADLINE HARI INI
  • Beranda
  • Demokrasi Lokal
  • Editorial
  • Open Bidding
  • Politik Kuningan
  • Polling WhatsApp
  • Sekda Kuningan
  • Suara Rakyat

Dukung Siapa? Di Balik Polling Sekda Kuningan

Oleh Redaksi
Agustus 23, 2025

KUNINGAN, KASATU.ID - Polling bursa Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kuningan yang digelar Redaksi KASATU.ID, Jum'at (22/8/2025) telah mengundang perhatian publik. Dengan pertanyaan sederhana “Kamu dukung siapa?”, ratusan hingga hampir seribu orang ikut serta hanya dalam waktu kurang dari 24 jam. Angka itu mengejutkan, bukan karena menunjukkan siapa yang unggul atau tertinggal, melainkan karena ia membuktikan betapa masyarakat masih ingin bicara.

Sejatinya, polling ini bukan arena kompetisi popularitas. Tidak ada maksud mencari siapa yang digadang-gadang, siapa yang dijagokan, atau siapa yang ditinggalkan. Polling ini tidak lahir untuk membentuk sekat, menegaskan garis, atau mempertegas kubu dukungan. Sebaliknya, ia hadir untuk memperlihatkan denyut perbedaan yang sehat di tengah masyarakat Kuningan.

Dalam konteks ini, polling hanyalah instrumen sederhana. Ia tidak menentukan, tidak memutuskan, dan tidak menggantikan mekanisme resmi Open Bidding yang menjadi ranah pemerintah. Namun justru karena kesederhanaannya, ia menjadi penting. Ia menjadi ruang simbolik di mana warga bisa menyatakan diri “Saya peduli. Saya ada.”

Seperti sebuah cermin, polling hanya memantulkan wajah publik apa adanya. Ia tidak menambah cahaya bagi yang sudah populer, dan tidak mengurangi eksistensi bagi yang dianggap kecil. Angka hanyalah pantulan, sementara substansi sejatinya ada pada kesadaran bahwa masyarakat berani mengekspresikan pandangan tanpa harus diseragamkan.

Dan dari sinilah filosofi muncul dimana demokrasi bukan tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah, melainkan tentang keberanian untuk berbeda.

Keberagaman Sebagai Napas Demokrasi Lokal

Bahwa hampir seribu partisipan ikut serta dalam waktu singkat, menunjukkan hal yang tak bisa dipandang remeh dimana ada gairah publik yang masih hidup. Mereka datang dari berbagai latar belakang aparatur, wakil rakyat, aktivis, jurnalis, pengusaha, akademisi, pelajar, hingga pedagang kecil dan masih banyak latar belakang lainnya. Mereka tidak disatukan oleh satu suara, melainkan oleh hakikat bahwa mereka ingin didengar.

Keberagaman suara ini adalah napas demokrasi lokal. Tanpa perbedaan, demokrasi akan mati dalam keseragaman yang membosankan. Justru karena ada yang mendukung si A, ada yang mengagumi si B, dan ada pula yang netral, maka ruang demokrasi menjadi penuh warna. Mozaik politik lokal lahir dari perbedaan itu.

Di titik ini, polling menjadi bukti bahwa masyarakat tidak bisa dibungkam oleh prosedur semata. Meski mereka tahu Sekda dipilih lewat Open Bidding dan Bupati adalah penentu akhir, mereka tetap ingin terlibat, meski hanya melalui klik sederhana di layar ponsel. Itulah yang membuat demokrasi tidak hanya hidup di ruang sidang atau kantor pemerintahan, tapi juga di ruang-ruang obrolan WhatsApp.

Dan lebih dalam lagi, partisipasi ini menegaskan bahwa jabatan publik bukan sekadar urusan birokrasi. Ia adalah cermin keterhubungan antara rakyat dengan pemerintahnya. Rakyat ingin memastikan, meski dengan cara simbolis, bahwa mereka punya suara di dalamnya.

Dengan demikian, keberagaman bukan sekadar perbedaan. Ia adalah tanda cinta masyarakat pada daerahnya, bahwa mereka masih mau peduli, masih mau bersuara, dan masih mau terlibat dalam proses sekecil apa pun.

Angka Hanyalah Simbol

Seribu suara bisa tampak besar, tapi dalam filsafat politik, angka hanyalah simbol. Ia adalah representasi, bukan kebenaran. Angka tidak membawa makna tanpa kesadaran yang menghidupinya. Seribu klik tanpa niat hanyalah data kosong. Namun seribu klik dengan kesadaran adalah gema yang tidak bisa diabaikan.

Di sinilah letak filosofi polling KASATU.ID. Bahwa angka itu tidak berdaya untuk menentukan siapa Sekda, karena hukum tetap mengikat pada mekanisme Open Bidding. Bupati adalah user, dan hanya ia yang memiliki kewenangan menunjuk. Namun angka itu tetap hidup, karena ia memuat energi moral dari partisipasi warga.

Makna angka seribu bukan pada siapa yang unggul, melainkan pada pesan bahwa masyarakat Kuningan tidak pasif. Mereka menolak menjadi sekadar penonton. Mereka ingin menjadi saksi, pengawas, bahkan pengingat bagi pemerintahnya. Angka itu adalah simbol eksistensi rakyat.

Jika angka dipandang hanya sebagai hasil, maka ia berhenti di layar. Tetapi jika angka dipandang sebagai simbol kesadaran, maka ia membuka cakrawala yang lebih luas yakni kesadaran bahwa demokrasi adalah milik bersama, dan bahwa suara kecil pun tetap bernilai.

Dengan begitu, angka berhenti menjadi angka. Ia menjadi bahasa rakyat yang berbicara dalam bentuk paling sederhana yaitu keikutsertaan.

Filosofi di Balik Partisipasi Publik

Partisipasi adalah bentuk eksistensi. Setiap orang yang menekan tombol pilihan dalam polling ini sebenarnya sedang berbicara “Saya ada, saya peduli, dan saya ingin diakui.” Filosofi partisipasi selalu melampaui ruang prosedural, karena ia menyentuh ranah eksistensial yakni manusia ingin keberadaannya dihitung, sekecil apa pun caranya.

Di balik polling sederhana, kita bisa membaca sebuah kontrak sosial tak tertulis. Masyarakat mengirim pesan kepada pemerintah “Kami ikut melihat, kami ikut menilai, dan kami tidak akan diam.” Pesan ini mungkin tidak berwujud dalam dokumen resmi, tapi ia hidup dalam kesadaran kolektif warga.

Partisipasi juga mengajarkan bahwa politik bukan milik elite. Politik adalah milik semua orang yang kehidupannya dipengaruhi kebijakan publik. Maka, meski keputusan akhir ada di tangan Bupati, rakyat tetap merasa berhak menyatakan preferensinya. Itu bukan untuk menggugat keputusan, melainkan untuk memastikan bahwa mereka tidak disisihkan dari percakapan publik.

Lebih jauh, filosofi partisipasi mengingatkan kita bahwa demokrasi tidak pernah statis. Ia bergerak, berubah, dan diperbarui setiap kali rakyat menyuarakan pandangannya. Polling sederhana ini, sesungguhnya, adalah bagian dari perjalanan panjang demokrasi lokal yang terus mencari bentuknya.

Dengan demikian, partisipasi bukan soal relevan atau tidak relevan, melainkan soal kejujuran rakyat untuk mengatakan “Kami masih ada, kami masih peduli, kami masih menjaga.”

Sekda: Jabatan Publik, Bukan Milik Kelompok

Akhir dari semua refleksi ini bermuara pada satu hal yakni jabatan Sekda adalah jabatan publik. Ia bukan milik individu, bukan milik kelompok politik, dan bukan pula milik jaringan tertentu. Ia adalah amanah yang disandarkan kepada siapa pun yang terpilih lewat mekanisme sah, untuk melayani masyarakat Kuningan.

Polling ini, meski tidak mengikat, tetap menjadi pengingat moral. Bahwa rakyat sedang memperhatikan. Bahwa rakyat peduli siapa yang duduk di kursi birokrasi tertinggi kedua di Kabupaten Kuningan. Bahwa rakyat tidak ingin jabatan itu sekadar menjadi kursi kosong tanpa makna, melainkan ruang pelayanan yang tulus.

Dalam filsafat kekuasaan, jabatan hanyalah pinjaman. Ia bukan warisan, bukan kebanggaan, dan bukan hak abadi. Jabatan ada untuk diuji, bukan untuk dinikmati. Dan penguji sejati bukanlah elite, melainkan rakyat yang merasakan dampak setiap kebijakan.

Karena itu, siapa pun yang kelak ditunjuk menjadi Sekda Kuningan, harus menyadari bahwa di luar sana ada seribu suara yang sudah pernah berbicara. Seribu suara itu adalah simbol dari ribuan suara lain yang tidak ikut polling, namun tetap hidup dalam ruang kesadaran publik. Seribu suara itu adalah pengingat bahwa jabatan bukanlah singgasana, melainkan ladang pengabdian.

Dan pada akhirnya, suara rakyat dalam polling sederhana ini adalah pengingat kembali bahwa demokrasi bukanlah milik segelintir orang, melainkan denyut kehidupan bersama. Bahwa di balik setiap klik di WhatsApp, tersimpan harapan, kegelisahan, sekaligus cinta pada Kuningan.


Ditulis oleh: Redaksi KASATU.ID

Tags:
  • Demokrasi Lokal
  • Editorial
  • Open Bidding
  • Politik Kuningan
  • Polling WhatsApp
  • Sekda Kuningan
  • Suara Rakyat
Bagikan:
Baca juga
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Berita terkait
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Berita terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Tampilkan lebih banyak
Posting Komentar
Batal
Most popular
  • Bupati Kuningan Menunjuk Wahyu Hidayah Sebagai Pj Sekda, Uha: Keputusan Tepat Mendorong Perubahan

    Agustus 20, 2025
    Bupati Kuningan Menunjuk Wahyu Hidayah Sebagai Pj Sekda, Uha: Keputusan Tepat Mendorong Perubahan
  • Breaking News! Jadwal Pengadaan PPPK & ASN Resmi Diperpanjang, Cek Detailnya Sekarang!

    Agustus 21, 2025
    Breaking News! Jadwal Pengadaan PPPK & ASN Resmi Diperpanjang, Cek Detailnya Sekarang!
  • Gempa Dahsyat Guncang Bekasi, Getarannya Sampai Jakarta dan Bandung! Ini Penjelasan Lengkap BMKG

    Agustus 20, 2025
    Gempa Dahsyat Guncang Bekasi, Getarannya Sampai Jakarta dan Bandung! Ini Penjelasan Lengkap BMKG
  • Editorial: OB Sekda Kuningan 2025, Sudah Ada Calon Pemenang?

    Agustus 17, 2025
    Editorial: OB Sekda Kuningan 2025, Sudah Ada Calon Pemenang?
  • Kramatmulya Darurat Narkoba? Surat Kaleng Jadi Alarm Keras untuk Aparat

    Agustus 20, 2025
    Kramatmulya Darurat Narkoba? Surat Kaleng Jadi Alarm Keras untuk Aparat
Gila Temax
REDAKSI
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
Copyright © 2025 KASATU.ID from PT. SADAYA MEDIA UTAMA. All rights reserved.