Kasus Korupsi PJU Cianjur Naik Pengadilan Tipikor, Uha: Kejari Kuningan Mempermalukan Jaksa Agung!
KUNINGAN, KASATU.ID - Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, kembali melontarkan kritik pedas terhadap lambannya penanganan kasus dugaan korupsi mega proyek PJU Kuningan Ca’ang senilai Rp 117 miliar. Baginya, kasus ini bukan lagi sekadar tersendat, melainkan seperti sengaja diarahkan untuk dilupakan.
“Sejak awal sudah ramai dibicarakan, sudah 32 orang dipanggil, tapi faktanya tidak ada tindak lanjut atau penetapan tersangka. Ini bukan lagi lambat, ini seperti dibiarkan membusuk di meja penyidik,” ujarnya, Jum'at (15/8/2025).
Ia menegaskan, publik Kuningan seolah sedang dipaksa menonton drama hukum yang membosankan, panggil saksi demi saksi, kumpulkan data demi data, tetapi tak pernah ada gebrakan nyata. Uha menyebut pola seperti ini sering kali muncul ketika ada pihak berkepentingan yang berusaha melindungi oknum tertentu.
“Kalau ini proyek kecil, saya yakin dari kemarin sudah ada yang ditahan. Tapi karena nilainya ratusan miliar, justru diduga ada tembok besar yang menghalangi langkah aparat,” sindirnya.
Menurutnya, proyek PJU Kuningan Ca’ang sejak awal memang sudah bermasalah. Mulai dari proses perencanaan, penganggaran, hingga realisasi di lapangan, semua terindikasi penuh kejanggalan. Banyak titik penerangan yang tak sesuai spesifikasi, kualitas lampu rendah, dan bahkan sebagian titik yang dipasang tidak berfungsi sejak awal.
“Ini proyek penerangan jalan, tapi nyatanya banyak jalan yang tetap gelap. Artinya, uang ratusan miliar itu kemana?,” tegas Uha.
Ia kemudian membandingkan penanganan kasus ini dengan kasus PJU di Kabupaten Cianjur. Di Cianjur, proyeknya hanya sekitar Rp 40 miliar, sepertiga dari nilai Kuningan Ca’ang tetapi Kejaksaan Negeri Cianjur bergerak cepat dan tegas.
“Di Cianjur, belum genap satu bulan sejak penyelidikan dimulai, sudah ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka bahkan berani menggeledah rumah bekas Kadishub dan menyita dokumen penting. Bandingkan dengan Kuningan, sudah 32 orang dipanggil, tapi hasilnya nol besar,” ujar Uha dengan nada menantang.
Uha menilai, perbedaan kecepatan penanganan ini mengirimkan pesan yang buruk bagi masyarakat.
“Di Cianjur, rakyat melihat hukum bekerja. Di Kuningan, rakyat justru melihat hukum seperti jalan di tempat. Padahal kasusnya jelas-jelas punya nilai kerugian jauh lebih besar,” ucapnya.
Ia juga menambahkan bahwa keberanian Kejaksaan Negeri Cianjur patut dijadikan contoh. Mereka tidak ragu melibatkan auditor independen dan mempublikasikan temuan awal kepada masyarakat.
“Di Cianjur, setiap perkembangan diumumkan. Ada transparansi. Di Kuningan? Sunyi. Yang ada cuma kabar pemanggilan saksi yang tak jelas ujungnya, padahal Kajarinya baru, harusnya lebih proaktif dalam penanganan kasus ini, memalukan Presiden dan Jaksa Agung” kritiknya.
Bagi Uha, Kuningan Ca’ang bukan hanya proyek penerangan jalan yang gagal memberi manfaat optimal bagi masyarakat, tetapi juga menjadi simbol rapuhnya penegakan hukum di daerah.
“Kalau aparat hukum di Kuningan terus seperti ini, ini bukan sekadar kerugian ratusan miliar, tapi juga kerugian kepercayaan rakyat. Dan sekali kepercayaan itu hilang, jangan harap bisa dikembalikan,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa publik tidak akan tinggal diam. LSM Frontal bersama sejumlah elemen masyarakat sipil akan terus mengawal kasus ini hingga ada kejelasan hukum.
“Kita akan kawal terus. Kalau Kejari Kuningan diam, kita akan bawa kasus ini ke Kejati Jabar bahkan kalau perlu sampai Jaksa Agung. Jangan sampai rakyat Kuningan terus dibodohi oleh aparat penegak hukum yang seharusnya menerangi kebenaran, tapi justru meredupkan keadilan,” tutup Uha.
.RED