Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
KaSatu.id - To The Point

KaSatu.id - To The Point

  • Business
  • _Strategy
  • _Economy
  • _Finance
  • _Retail
  • _Advertising
  • _Careers
  • _Media
  • _Real Estate
  • _Small Business
  • _The Better Work Project
  • _Personal Finance
  • Tech
  • _Science
  • _AI
  • _Enterprise
  • _Transportation
  • _Startups
  • _Innovation
  • Markets
  • _Stocks
  • _Indices
  • _Commodities
  • _Crypto
  • _Currencies
  • _ETFs
  • Lifestyle
  • _Entertainment
  • _Culture
  • _Travel
  • _Food
  • _Health
  • _Parenting
  • Politics
  • _Military & Defense
  • _Law
  • _Education
  • Reviews
  • _Tech
  • _Streaming
  • _Tickets
  • _Kitchen
  • _Style
  • _Beauty
  • _Gifts
  • _Deals
  • Video
  • _Big Business
  • _Food Wars
  • _So Expensive
  • _Still Standing
  • _Boot Camp
  • Home
  • News
  • Politik
  • Ekonomi
  • Artis
  • Trending
  • Tekno
  • Oto
  • Dunia
  • Gaya
  • Sehat
  • Bola
  • Olahraga
  • Foto
HEADLINE HARI INI
  • Beranda
  • Anggaran
  • Citizen Lawsuit
  • Editorial
  • Hukum Daerah
  • Merit System
  • Open Bidding
  • PTUN
  • Sekda Kuningan

Open Bidding Ulang Sekda Kuningan: Sengkarut Hukum, Pertanggungjawaban Anggaran, serta Ancaman PTUN dan Gugatan CLS

Oleh Redaksi
Agustus 19, 2025
Ilustrasi Kursi Sekda Kabupaten Kuningan
Polemik pengisian jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kuningan kembali mencuat setelah proses open bidding yang telah dilakukan oleh Penjabat (Pj.) Bupati Dr. Drs. H. R. Iip Hidajat, M.Pd menghasilkan tiga besar calon, namun tak segera ditindaklanjuti oleh Bupati definitif Dr. Dian Rachmat Yanuar, M.Si. Situasi ini menimbulkan pertanyaan publik mengenai konsistensi pemerintah daerah dalam menjalankan sistem merit serta kepastian hukum bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah mengikuti seleksi dengan penuh harapan. Publik pun mendesak agar Bupati Kuningan menjelaskan alasan dibalik kebijakan open bidding ulang yang kini sedang dipersiapkan.

Open bidding pada dasarnya merupakan instrumen untuk memastikan pengisian jabatan pimpinan tinggi dilakukan secara transparan, kompetitif, dan berdasarkan kompetensi. Namun, dalam praktiknya, dinamika politik lokal sering kali membayang-bayangi proses tersebut. Kasus di Kuningan menjadi salah satu contoh bagaimana idealisme merit system bertabrakan dengan realitas politik kekuasaan di daerah.

Ketidakpastian ini menimbulkan keraguan terhadap konsistensi pemerintah dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang menekankan pengisian jabatan pimpinan tinggi melalui mekanisme terbuka dan kompetitif. Jika hasil seleksi diabaikan begitu saja, maka bukan hanya ASN peserta seleksi yang dirugikan, tetapi juga kepercayaan publik terhadap proses birokrasi daerah.

Kondisi ini membuka ruang perdebatan luas, apakah Bupati berhak membatalkan atau mengulang open bidding? Apakah keputusan tersebut berlandaskan regulasi atau justru melanggar prinsip hukum administrasi negara? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang kini mengemuka di ruang publik dan menuntut jawaban argumentatif dari pemerintah daerah.

Dengan polemik ini, publik menanti penjelasan transparan. Sebab, ketika mekanisme yang seharusnya menjunjung akuntabilitas justru menimbulkan kecurigaan, maka legitimasi moral seorang kepala daerah dalam mengelola birokrasi bisa terguncang.

Landasan Hukum dan Merit System

Dasar hukum pengisian jabatan pimpinan tinggi diatur jelas dalam Pasal 108 ayat (3) UU ASN, yang menyatakan bahwa pengisian jabatan pimpinan tinggi dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS. Selain itu, Pasal 115 UU ASN menegaskan bahwa seleksi jabatan pimpinan tinggi harus melalui panitia seleksi independen, demi memastikan obyektivitas dan menghindari praktik kolusi maupun nepotisme.¹

Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS jo. PP Nomor 17 Tahun 2020 menegaskan mekanisme teknis open bidding, mulai dari pengumuman, seleksi administrasi, uji kompetensi, hingga penetapan tiga besar. Proses ini bertujuan agar hasil seleksi yang diserahkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang dalam hal ini Bupati agar bersifat obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan.²

Namun, regulasi juga memberi ruang diskresi terbatas kepada Bupati. Pasal 58 ayat (1) PP 11/2017 menyatakan bahwa PPK berhak memilih salah satu dari tiga besar hasil seleksi, tetapi tidak mengatur secara eksplisit kemungkinan menunda atau membatalkan hasil seleksi. Diskresi hanya dapat dilakukan jika ada alasan hukum yang jelas, misalnya jika hasil seleksi dianggap cacat prosedur atau ditemukan pelanggaran integritas oleh peserta.³

Prinsip merit system yang dijamin UU ASN merupakan amanat konstitusional untuk menjamin setiap ASN memiliki hak yang sama dalam kariernya. Jika mekanisme ini dilanggar, maka berarti pemerintah daerah melanggar prinsip Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang hak setiap orang atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.

Dengan demikian, dalam konteks Kuningan, pertanyaan mendasar adalah, apakah alasan dari Bupati Kuningan untuk melakukan open bidding ulang dapat dibenarkan secara hukum, atau hanya didorong oleh kepentingan politik tertentu? Jawaban ini penting, karena akan menentukan arah hukum polemik ini.

Kemungkinan Alasan Bupati Melakukan Open Bidding Ulang

Salah satu alasan yang kerap dikemukakan adalah faktor force majeure administratif, seperti dugaan pelanggaran prosedur, ketidaklengkapan dokumen seleksi, atau indikasi maladministrasi dalam proses seleksi sebelumnya. Dalam hal ini, Bupati dapat berargumen bahwa demi menjaga integritas seleksi, proses harus diulang. Namun, alasan ini harus dibuktikan secara hukum dan administrasi, bukan sekadar klaim politik.

Alasan lain bisa terkait dengan kebutuhan penyegaran birokrasi. Kepala daerah sering kali menginginkan sosok Sekda yang sejalan dengan visi misi pemerintahannya. Meski demikian, argumentasi ini harus berhati-hati, sebab Pasal 9 UU ASN menegaskan bahwa pembinaan ASN harus bebas dari intervensi politik. Menggunakan alasan politik murni untuk mengulang open bidding berpotensi melanggar hukum.

Bupati juga bisa mendasarkan keputusannya pada alasan kebutuhan anggaran. Proses open bidding tidak hanya menyerap waktu dan energi, tetapi juga dana dari APBD. Jika seleksi sebelumnya dianggap tidak valid, maka setiap rupiah yang sudah digunakan menjadi sia-sia. Argumen efisiensi anggaran bisa dipakai, tetapi justru bisa menjadi bumerang karena berpotensi menimbulkan gugatan citizen law suit (CLS) atas dugaan pemborosan keuangan daerah.

Selain itu, terdapat kemungkinan adanya intervensi eksternal, baik dari partai politik, pejabat pusat, maupun kelompok kepentingan lokal. Jika Bupati melakukan open bidding ulang karena tekanan eksternal, hal ini bisa masuk kategori penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.⁴

Dengan demikian, apapun alasan Bupati, harus diuji berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Tanpa dasar hukum yang kuat, keputusan open bidding ulang justru membuka ruang bagi gugatan hukum, baik di PTUN maupun CLS.

Potensi Sengketa di PTUN

Secara hukum, ASN yang merasa dirugikan dengan pembatalan atau pengulangan open bidding dapat menempuh jalur Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dasarnya adalah Pasal 53 ayat (1) UU PTUN yang menyatakan bahwa setiap orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara dapat mengajukan gugatan.⁵

Dalam konteks ini, keputusan Bupati untuk tidak menindaklanjuti hasil seleksi tiga besar bisa dikategorikan sebagai keputusan TUN yang bersifat konkret, individual, dan final, karena berdampak langsung pada hak karier ASN yang mengikuti seleksi. Jika ASN menggugat, maka PTUN bisa menguji apakah kebijakan Bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau justru melanggar prinsip merit system.

PTUN juga memiliki kewenangan membatalkan keputusan Bupati apabila terbukti cacat prosedur atau penyalahgunaan wewenang. Hal ini sejalan dengan Pasal 66 UU PTUN yang memberi wewenang pengadilan untuk membatalkan keputusan TUN dan mewajibkan pejabat terkait mencabutnya. Artinya, peluang gugatan ASN cukup kuat jika Bupati tidak bisa menjelaskan dasar hukum keputusannya.

Preseden di berbagai daerah menunjukkan bahwa sengketa open bidding bukan hal baru. Beberapa kasus bahkan berujung pada kemenangan ASN di PTUN, yang menegaskan bahwa kepala daerah tidak bisa sewenang-wenang dalam menggunakan diskresi. Ini menjadi peringatan keras bagi Bupati Kuningan untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan.

Dengan demikian, PTUN menjadi jalur yang paling logis jika persoalan ini tidak segera diselesaikan dengan transparan. Publik dan ASN menunggu apakah jalur litigasi ini akan ditempuh jika kebijakan open bidding ulang benar-benar dilaksanakan.

Kaitan Anggaran dan Citizen Lawsuit (CLS)

Open bidding bukan hanya persoalan hukum administrasi, tetapi juga terkait anggaran daerah. Setiap tahapan seleksi membutuhkan biaya, mulai dari pembentukan panitia, publikasi, asesmen kompetensi, hingga honorarium tim seleksi. Jika open bidding harus diulang tanpa alasan yang sah, maka biaya yang telah dikeluarkan menjadi pemborosan APBD.

Dalam konteks ini, warga negara memiliki hak untuk mengajukan Citizen Law Suit (CLS). CLS berbeda dengan class action; CLS tidak memerlukan adanya kerugian langsung pada penggugat, tetapi cukup membuktikan bahwa pemerintah melalaikan kewajibannya mengelola keuangan negara secara efisien dan bertanggung jawab. Dasar hukumnya adalah Pasal 3 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menegaskan bahwa keuangan negara harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab.⁶

CLS juga dapat diperkuat dengan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan bahwa setiap orang berhak atas kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam mencapai keadilan. Jika pemerintah daerah dianggap memboroskan anggaran dengan mengulang seleksi tanpa dasar yang kuat, maka warga dapat menggugat demi kepentingan publik.

Kasus-kasus serupa pernah terjadi, di mana CLS digunakan sebagai instrumen kontrol masyarakat terhadap penyalahgunaan wewenang pemerintah. Misalnya, gugatan warga negara atas pembiaran pencemaran lingkungan atau kebijakan daerah yang tidak sesuai hukum. Dalam konteks Kuningan, CLS bisa diarahkan pada dugaan inefisiensi anggaran akibat pengulangan open bidding.

Dengan demikian, isu open bidding Sekda Kuningan bukan hanya soal birokrasi, tetapi juga akuntabilitas fiskal. Pemerintah daerah harus menyadari bahwa setiap kebijakan yang berdampak pada keuangan negara dapat diuji melalui CLS, dan ini membuka jalur baru bagi masyarakat untuk mengawasi penggunaan dana APBD.

Preseden Buruk Tata Kelola Daerah

Polemik open bidding Sekda Kuningan menjadi cermin rapuhnya tata kelola birokrasi daerah di tengah tarik-menarik kepentingan politik. Apa yang seharusnya menjadi instrumen merit system kini justru terjebak dalam kontroversi hukum dan anggaran. Jika tidak ditangani secara transparan, kasus ini bisa menjadi preseden buruk bagi manajemen ASN di masa depan.

Bupati Kuningan harus menyadari bahwa setiap kebijakan yang diambil tidak hanya berdampak pada karier ASN, tetapi juga legitimasi pemerintah daerah. Keputusan untuk mengulang open bidding harus didasarkan pada alasan hukum yang jelas, bukan sekadar kepentingan politik. Tanpa itu, bupati berpotensi menghadapi gugatan di PTUN maupun CLS.

Kasus ini juga menunjukkan pentingnya peran masyarakat sipil dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Gugatan CLS memberi ruang bagi warga untuk memastikan APBD digunakan dengan bijak. Sementara itu, PTUN memberi perlindungan hukum bagi ASN yang haknya dilanggar. Dua instrumen ini harus dipahami sebagai mekanisme check and balance dalam demokrasi.

Ke depan, pemerintah daerah perlu lebih berhati-hati dalam menggunakan diskresi. Prinsip good governance, akuntabilitas, dan kepastian hukum harus menjadi pijakan utama. Dengan begitu, polemik serupa bisa dihindari, dan kepercayaan publik terhadap birokrasi daerah dapat dipulihkan.

Polemik ini pada akhirnya menuntut keberanian moral dan integritas politik dari Bupati Kuningan Dr. Dian Rachmat Yanuar, M.Si. Publik menanti, apakah keputusan yang diambil akan berpihak pada kepastian hukum dan akuntabilitas, atau justru mempertegas dugaan akan adanya politik kekuasaan yang mengorbankan merit system.


Ditulis oleh: Redaksi
Editorial ini ditulis sebagai pandangan resmi redaksi mengingat polemik yang terjadi tentang rencana Open Bidding ulang jabatan Sekretaris Daerah Kabupaten Kuningan yang menyita perhatian publik.

Catatan Kaki:
1. UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, Pasal 108 dan 115.
2. PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS jo. PP No. 17 Tahun 2020.
3. PP No. 11 Tahun 2017, Pasal 58 ayat (1).
4. UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 17.
5. UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN jo. UU No. 9 Tahun 2004, Pasal 53 dan 66.
6. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 3.
Tags:
  • Anggaran
  • Citizen Lawsuit
  • Editorial
  • Hukum Daerah
  • Merit System
  • Open Bidding
  • PTUN
  • Sekda Kuningan
Bagikan:
Baca juga
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Berita terkait
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Berita terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Tampilkan lebih banyak
Posting Komentar
Batal
Most popular
  • Bupati Kuningan Menunjuk Wahyu Hidayah Sebagai Pj Sekda, Uha: Keputusan Tepat Mendorong Perubahan

    Agustus 20, 2025
    Bupati Kuningan Menunjuk Wahyu Hidayah Sebagai Pj Sekda, Uha: Keputusan Tepat Mendorong Perubahan
  • Breaking News! Jadwal Pengadaan PPPK & ASN Resmi Diperpanjang, Cek Detailnya Sekarang!

    Agustus 21, 2025
    Breaking News! Jadwal Pengadaan PPPK & ASN Resmi Diperpanjang, Cek Detailnya Sekarang!
  • Gempa Dahsyat Guncang Bekasi, Getarannya Sampai Jakarta dan Bandung! Ini Penjelasan Lengkap BMKG

    Agustus 20, 2025
    Gempa Dahsyat Guncang Bekasi, Getarannya Sampai Jakarta dan Bandung! Ini Penjelasan Lengkap BMKG
  • Editorial: OB Sekda Kuningan 2025, Sudah Ada Calon Pemenang?

    Agustus 17, 2025
    Editorial: OB Sekda Kuningan 2025, Sudah Ada Calon Pemenang?
  • Kramatmulya Darurat Narkoba? Surat Kaleng Jadi Alarm Keras untuk Aparat

    Agustus 20, 2025
    Kramatmulya Darurat Narkoba? Surat Kaleng Jadi Alarm Keras untuk Aparat
Gila Temax
REDAKSI
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
Copyright © 2025 KASATU.ID from PT. SADAYA MEDIA UTAMA. All rights reserved.