Pemotongan TPP ASN Berisiko Picu Ledakan Kasus Gagal Bayar!
KUNINGAN, KASATU.ID - Kebijakan pemotongan Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuningan, mulai Agustus 2025, dinilai berpotensi memicu lonjakan kredit bermasalah di sejumlah lembaga keuangan. Pasalnya, banyak ASN di Kuningan diketahui telah menjaminkan TPP mereka sebagai sumber pembayaran cicilan pinjaman di bank, koperasi, maupun lembaga pembiayaan non-bank.
Dengan pemotongan yang mencapai kisaran 20-30% hingga akhir 2025, sebagian ASN dikhawatirkan akan mengalami kekurangan pembayaran cicilan yang pada gilirannya memaksa terjadinya restrukturisasi massal.
Berdasarkan informasi dari sejumlah pihak perbankan dan koperasi yang dikonfirmasi KASATU.ID, Sabtu (9/8/2025), plafon pinjaman yang dapat diberikan kepada ASN biasanya berada di kisaran 70-75% dari total nilai TPP bulanan mereka. Skema ini dianggap aman selama penerimaan TPP tetap penuh dan stabil. Namun, jika pemotongan dilakukan hingga 30%, sisa nilai TPP yang diterima ASN akan berada di bawah batas aman untuk membayar cicilan yang sudah berjalan.
Kondisi semakin berisiko apabila TPP tersebut dijaminkan pada lebih dari satu lembaga keuangan, misalnya sebagian untuk pinjaman bank dan sebagian lagi untuk cicilan koperasi, karena potongan otomatis dari dua arah akan melebihi kemampuan bayar setelah pemotongan diberlakukan.
Selama ini, rasio kredit macet (NPL) pada segmen pinjaman ASN tergolong rendah karena adanya mekanisme potongan langsung dari TPP dan gaji. Namun, penurunan nilai TPP akan membuat potongan otomatis yang telah disepakati tidak lagi terpenuhi secara penuh. Lembaga keuangan pun berpotensi terpaksa melakukan penyesuaian kontrak dan restrukturisasi massal untuk mencegah gagal bayar yang lebih luas.
Selain mengganggu stabilitas sektor perbankan dan lembaga pembiayaan, kebijakan ini juga diyakini akan menurunkan daya beli ASN secara signifikan. Sebagian besar ASN yang menjadi motor penggerak konsumsi rumah tangga di Kuningan kemungkinan akan mengurangi pengeluaran non-pokok, mulai dari belanja di pasar tradisional hingga pembelian jasa dan hiburan. Penurunan daya beli ini dapat memicu perlambatan perputaran ekonomi daerah, menekan omzet pelaku usaha kecil dan menengah, serta menghambat pertumbuhan sektor perdagangan dan jasa.
Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, dalam keterangannya mengakui kebijakan ini berat, namun menegaskan langkah tersebut diambil demi menyelamatkan APBD dan menghindari risiko gagal bayar anggaran yang lebih luas.
Adanya efek domino yang diprediksi akan terjadi akibat pemotongan TPP ini tentunya tidak bisa dianggap sepele. Untuk itu beberapa pihak khususnya juga meminta agar Pemerintah daerah berkoordinasi dengan berbagai lembaga keuangan baik bank maupun koperasi untuk menyusun skema restrukturisasi yang tidak memberatkan ASN, sehingga potensi guncangan ekonomi akibat penurunan daya beli dan lonjakan kredit bermasalah dapat diminimalkan.
.RED