Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
KaSatu.id - To The Point

KaSatu.id - To The Point

  • Business
  • _Strategy
  • _Economy
  • _Finance
  • _Retail
  • _Advertising
  • _Careers
  • _Media
  • _Real Estate
  • _Small Business
  • _The Better Work Project
  • _Personal Finance
  • Tech
  • _Science
  • _AI
  • _Enterprise
  • _Transportation
  • _Startups
  • _Innovation
  • Markets
  • _Stocks
  • _Indices
  • _Commodities
  • _Crypto
  • _Currencies
  • _ETFs
  • Lifestyle
  • _Entertainment
  • _Culture
  • _Travel
  • _Food
  • _Health
  • _Parenting
  • Politics
  • _Military & Defense
  • _Law
  • _Education
  • Reviews
  • _Tech
  • _Streaming
  • _Tickets
  • _Kitchen
  • _Style
  • _Beauty
  • _Gifts
  • _Deals
  • Video
  • _Big Business
  • _Food Wars
  • _So Expensive
  • _Still Standing
  • _Boot Camp
  • Home
  • News
  • Politik
  • Ekonomi
  • Artis
  • Trending
  • Tekno
  • Oto
  • Dunia
  • Gaya
  • Sehat
  • Bola
  • Olahraga
  • Foto
HEADLINE HARI INI
  • Beranda
  • CBSA
  • Edtech
  • Kurikulum
  • Kurikulum 2013
  • Lembar Kerja Siswa
  • Pendidikan
  • Pendidikan Digital
  • Sejarah Pendidikan

Perjalanan LKS di Sekolah: Dari CBSA 1984 Sampai Era Digital, Ternyata Begini Faktanya!

Oleh Redaksi
Agustus 10, 2025


KUNINGAN, KASATU.ID - Lembar Kerja Siswa, atau yang akrab disebut LKS, telah menjadi salah satu ikon dalam dunia pendidikan Indonesia selama hampir empat dekade. Dari bentuknya yang sederhana berupa lembaran fotokopi di awal kemunculan, hingga kini hadir dalam format digital interaktif, LKS mencerminkan dinamika pembelajaran dan perubahan kebijakan kurikulum nasional.


Bagi sebagian siswa, LKS adalah kenangan akan tumpukan buku tipis yang wajib dikerjakan setiap minggu. Bagi guru, LKS adalah alat praktis untuk memberikan latihan dan mengukur pemahaman murid. Namun di balik itu, perjalanan LKS menyimpan cerita tentang perubahan pendekatan pendidikan, kebijakan pemerintah, dan bahkan kontroversi seputar dunia penerbitan.


Sejak pertama kali muncul pada awal 1980-an, LKS telah melewati berbagai fase perkembangan yang dipengaruhi oleh pergantian kurikulum. Setiap perubahan kurikulum membawa perubahan bentuk, isi, dan cara penggunaan LKS di sekolah.


Berikut adalah rekam jejak perkembangan LKS di Indonesia, dari masa Kurikulum 1984 yang memperkenalkannya, hingga era digital yang membuka babak baru dalam penggunaannya.


Kurikulum 1984 dan CBSA: Lahirnya LKS


Lembar Kerja Siswa (LKS) mulai diperkenalkan di sekolah-sekolah Indonesia pada era Kurikulum 1984. Saat itu, pemerintah menerapkan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang menekankan peran siswa sebagai subjek pembelajaran, bukan sekadar penerima informasi. Guru didorong untuk menciptakan media pembelajaran yang memicu keterlibatan aktif siswa, dan salah satunya adalah LKS.


LKS pada masa ini masih sederhana, biasanya berupa lembar latihan yang diketik atau ditulis tangan, kemudian diperbanyak menggunakan mesin stensil. Isinya ringkasan materi pelajaran, beberapa latihan soal, dan aktivitas sederhana yang bisa dikerjakan di kelas. Tidak ada desain berwarna atau sampul menarik, LKS lebih difokuskan pada fungsinya sebagai alat bantu belajar.


Penggunaan LKS pada awalnya tidak bersifat wajib secara nasional. Setiap guru bebas membuat atau tidak membuat LKS, tergantung kebutuhan dan kreativitas mereka. Namun, pendekatan CBSA yang menuntut siswa aktif mendorong semakin banyak guru memanfaatkannya sebagai pelengkap buku paket.


Kondisi ini menjadi titik awal lahirnya budaya penggunaan LKS di Indonesia. Walaupun skalanya masih kecil dan belum terstandar, LKS berhasil memposisikan diri sebagai media praktis yang membantu menghubungkan materi pelajaran dengan aktivitas siswa di kelas.


Kurikulum 1994: LKS Menjadi Produk Pasar


Perubahan besar terjadi saat Kurikulum 1994 diberlakukan. Materi pelajaran menjadi lebih padat, jumlah mata pelajaran bertambah, dan tuntutan latihan semakin besar. Kondisi ini membuka peluang bagi penerbit swasta untuk memproduksi LKS secara massal. LKS mulai hadir dalam bentuk buku tipis berwarna dengan sampul menarik dan tata letak rapi.


Isinya bukan hanya ringkasan materi, tetapi juga dilengkapi berbagai bentuk soal latihan, mulai dari pilihan ganda hingga uraian. LKS komersial mulai banyak digunakan di sekolah-sekolah sebagai pendamping buku paket resmi dari pemerintah. Bagi sebagian guru, ini memudahkan pekerjaan karena materi dan soal sudah disiapkan penerbit.


Namun, muncul masalah baru. Di banyak sekolah, siswa diwajibkan membeli LKS setiap tahun, menambah beban biaya pendidikan. Praktik penjualan LKS di sekolah sering kali dilakukan secara langsung, dan di beberapa kasus, menjadi sumber pemasukan tambahan.


Fenomena ini memicu kritik dari orang tua murid dan pengamat pendidikan. Mereka menilai fungsi LKS mulai bergeser dari media pembelajaran menjadi komoditas bisnis. Meski demikian, popularitasnya terus meningkat hingga akhir 1990-an.


KBK 2004 dan KTSP 2006: Puncak Popularitas LKS


Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada 2004 membawa konsep pembelajaran yang menekankan pencapaian kompetensi siswa. Sekolah diberikan keleluasaan memilih bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan. LKS komersial pun semakin populer karena praktis dan siap pakai.


Ketika Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diberlakukan pada 2006, kebebasan sekolah dalam menyusun kurikulum semakin besar. Banyak guru memilih menggunakan LKS dari penerbit karena menghemat waktu dan tenaga. Beberapa sekolah bahkan menjadikan LKS sebagai sumber utama pembelajaran, menggantikan buku teks.


Penerbit LKS pada periode ini berkembang pesat. Hampir setiap daerah memiliki penerbit lokal yang memproduksi LKS sesuai kurikulum dan kebutuhan daerah setempat. Kontennya semakin beragam, mencakup semua mata pelajaran dari tingkat SD hingga SMA.


Namun, ketergantungan berlebihan terhadap LKS menimbulkan kekhawatiran. Kreativitas guru dalam membuat media pembelajaran menurun, dan pembelajaran sering terjebak pada pola latihan soal tanpa pengayaan materi.


Kurikulum 2013: Kembali ke LKS Buatan Guru


Kurikulum 2013 (K-13) hadir dengan konsep pembelajaran tematik terpadu dan penekanan pada kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pemerintah menyediakan buku siswa dan buku guru yang dilengkapi aktivitas mirip LKS, sehingga sebenarnya tidak lagi diperlukan LKS terbitan komersial.


Aturan resmi mendorong guru untuk membuat LKS sendiri sesuai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mereka susun. Dengan begitu, LKS bisa disesuaikan dengan kebutuhan kelas dan karakteristik siswa.


Meski demikian, di banyak sekolah LKS komersial tetap digunakan. Alasan yang sering muncul adalah keterbatasan waktu guru, kualitas cetakan penerbit yang lebih menarik, dan kebiasaan lama yang sulit diubah.


Kondisi ini membuat fungsi LKS di era K-13 kembali diperdebatkan. Di satu sisi, LKS buatan guru diharapkan mendorong pembelajaran kreatif; di sisi lain, pasar LKS komersial masih terus hidup dan beradaptasi dengan kurikulum yang berlaku.


Era Digital: e-LKS dan Masa Depan


Memasuki 2020-an, perkembangan teknologi membawa LKS ke format digital. e-LKS mulai digunakan di sekolah-sekolah yang menerapkan pembelajaran daring, terutama saat pandemi COVID-19 memaksa pembelajaran jarak jauh.


Format digital ini memungkinkan integrasi multimedia, seperti video pembelajaran, tautan materi tambahan, dan kuis interaktif. Guru bisa membuat e-LKS menggunakan berbagai platform, mulai dari Google Form hingga Learning Management System (LMS).


Namun, kendala akses internet dan ketersediaan perangkat membuat e-LKS belum sepenuhnya menggantikan LKS cetak. Di banyak wilayah, terutama daerah terpencil, LKS cetak tetap menjadi pilihan utama.


Ke depan, LKS kemungkinan akan hadir dalam bentuk hibrida yang menggabungkan kepraktisan media cetak dengan interaktivitas teknologi digital sehingga dapat menjangkau seluruh siswa dengan berbagai kondisi.


.RED

Tags:
  • CBSA
  • Edtech
  • Kurikulum
  • Kurikulum 2013
  • Lembar Kerja Siswa
  • Pendidikan
  • Pendidikan Digital
  • Sejarah Pendidikan
Bagikan:
Baca juga
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Berita terkait
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Berita terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Tampilkan lebih banyak
Posting Komentar
Batal
Most popular
  • Bupati Kuningan Menunjuk Wahyu Hidayah Sebagai Pj Sekda, Uha: Keputusan Tepat Mendorong Perubahan

    Agustus 20, 2025
    Bupati Kuningan Menunjuk Wahyu Hidayah Sebagai Pj Sekda, Uha: Keputusan Tepat Mendorong Perubahan
  • Breaking News! Jadwal Pengadaan PPPK & ASN Resmi Diperpanjang, Cek Detailnya Sekarang!

    Agustus 21, 2025
    Breaking News! Jadwal Pengadaan PPPK & ASN Resmi Diperpanjang, Cek Detailnya Sekarang!
  • Gempa Dahsyat Guncang Bekasi, Getarannya Sampai Jakarta dan Bandung! Ini Penjelasan Lengkap BMKG

    Agustus 20, 2025
    Gempa Dahsyat Guncang Bekasi, Getarannya Sampai Jakarta dan Bandung! Ini Penjelasan Lengkap BMKG
  • Editorial: OB Sekda Kuningan 2025, Sudah Ada Calon Pemenang?

    Agustus 17, 2025
    Editorial: OB Sekda Kuningan 2025, Sudah Ada Calon Pemenang?
  • Kramatmulya Darurat Narkoba? Surat Kaleng Jadi Alarm Keras untuk Aparat

    Agustus 20, 2025
    Kramatmulya Darurat Narkoba? Surat Kaleng Jadi Alarm Keras untuk Aparat
Gila Temax
REDAKSI
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
Copyright © 2025 KASATU.ID from PT. SADAYA MEDIA UTAMA. All rights reserved.