Notification

×

Iklan

Iklan

Buntut Putusan MK, Masa Jabatan DPRD Diperpanjang 7 Tahun?

Senin, 30 Juni 2025 | Juni 30, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-30T04:35:55Z


Kuningan, KuninganSatu.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Idham Holik, menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan antara pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah (Pilkada). Menurut Idham, keputusan tersebut berpotensi memperpanjang masa jabatan anggota DPRD hasil Pemilu 2024 hingga tahun 2031.


Idham merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagai dasar hukum masa jabatan anggota legislatif daerah. Ia menyoroti dua pasal penting, yakni Pasal 102 ayat (4) dan Pasal 155 ayat (4), yang secara eksplisit menyatakan bahwa masa jabatan anggota DPRD berakhir pada saat anggota baru mengucapkan sumpah atau janji.


Berikut bunyi pasalnya:


Pasal 102 ayat (4):

Masa jabatan anggota DPRD provinsi adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPRD provinsi yang baru mengucapkan sumpah/janji.


Pasal 155 ayat (4):

Masa jabatan anggota DPRD kabupaten/kota adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPRD kabupaten/kota yang baru mengucapkan sumpah/janji.


Dengan merujuk pada ketentuan ini, Idham menjelaskan bahwa apabila pemilu lokal (termasuk pilkada dan pemilu DPRD) baru digelar sekitar 2 sampai 2,5 tahun setelah Pemilu Nasional 2029, maka anggota DPRD yang terpilih pada Pemilu 2024 akan menjabat lebih lama dari lima tahun. Artinya, masa jabatan bisa berakhir pada 2031.


"Jadi, dengan adanya pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal sebagaimana Putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024, yang menyatakan bahwa Pemilu Lokal diselenggarakan paling cepat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pelantikan Presiden, Wakil Presiden, DPR RI dan DPD RI, maka anggota DPRD hasil Pemilu 2024 kemungkinan akan menjabat hingga tahun 2031," kata Idham dalam keterangannya, Sabtu (28/6/2025).


Meski demikian, ia menegaskan bahwa potensi perpanjangan masa jabatan tersebut belum final dan masih harus menunggu pembahasan serta perubahan undang-undang oleh DPR dan pemerintah.


"Kita tunggu perubahan UU terkait. Saya yakin pembentuk UU (DPR dan Pemerintah) akan menindaklanjuti. Kita tunggu UU Pemilu yang baru," ujarnya.


Idham juga menambahkan bahwa sesuai Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, DPR dan Presiden berkewajiban menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi melalui revisi regulasi.


"Semoga pembahasan rancangan perubahan UU Pemilu dan Pilkada memberi waktu yang cukup bagi KPU untuk menyusun peraturan teknis dan melakukan sosialisasi," tambahnya.


Putusan MK: Pemilu Lokal Tidak Lagi Serentak dengan Pemilu Nasional


Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pemungutan suara untuk memilih kepala daerah tidak lagi dilakukan bersamaan dengan pemilu nasional. MK menyatakan bahwa pemilu daerah harus dilakukan dalam jeda waktu paling cepat 2 tahun dan paling lama 2,5 tahun setelah pelantikan pejabat negara hasil Pemilu Nasional.


Ketua MK, Suhartoyo, dalam amar putusan menyampaikan, “Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah, yang dilakukan dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun sejak pelantikan anggota DPR dan DPD atau Presiden dan Wakil Presiden.”


Dengan demikian, MK membatalkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 secara bersyarat, yang sebelumnya menyatukan jadwal pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pilkada dalam satu momentum serentak.


Putusan ini membawa konsekuensi teknis dan politik yang tidak ringan, termasuk penyusunan ulang jadwal pemilu, perubahan masa jabatan kepala daerah dan DPRD, hingga penyusunan peraturan pelaksana oleh KPU.


(red)
×
Berita Terbaru Update