Notification

×

Iklan

Iklan

Bupati Kuningan Partisipatif, Uha: Maaf Keliru Sudah Meminta Mundur

Kamis, 10 Juli 2025 | Juli 10, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-10T00:00:00Z


Kuningan, KaSatu.id - Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, akhirnya memberikan klarifikasi resmi terkait pernyataan kritisnya terhadap rencana rehabilitasi berat Musholla Al-Asri yang berada di lingkungan komplek Pendopo Bupati Kuningan. Klarifikasi ini disampaikan setelah dirinya melakukan tabayyun atau konfirmasi langsung kepada pihak eksekutif, termasuk Bupati Kuningan Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, dalam sebuah pertemuan yang berlangsung secara hangat dan penuh keterbukaan.


Dalam pertemuan tersebut, Bupati menjelaskan secara detail bahwa pembangunan Musholla Al-Asri bukanlah proyek yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), melainkan sepenuhnya merupakan bentuk hibah dari pihak ketiga yang memiliki niat baik untuk memberikan kontribusi terhadap peningkatan fasilitas ibadah di pusat pemerintahan Kabupaten Kuningan. Uha menyatakan bahwa informasi ini cukup menjawab kegelisahan awal yang sempat ia sampaikan kepada publik, yang sebelumnya didasarkan pada dugaan penggunaan skema voorfinanciering atau pembiayaan di bayar belakangan yang berpotensi membebani keuangan daerah di tahun-tahun berikutnya.


Menurut Uha, klarifikasi dari Bupati tersebut telah membuka ruang pemahaman yang lebih utuh, dan pihaknya pun mengapresiasi adanya sikap keterbukaan pemerintah daerah dalam menghadapi kritik dari masyarakat sipil. Ia menilai bahwa komunikasi langsung seperti ini seharusnya menjadi model yang diperkuat dalam dinamika antara pemerintah dan masyarakat, terutama ketika menyangkut isu-isu penggunaan anggaran dan kebijakan publik. Ia menyebut hormat bahwa tidak semua kepala daerah bersedia memberikan penjelasan langsung secara terbuka, dan hal ini menurutnya menunjukkan adanya kemauan dari Pemkab Kuningan untuk tetap menjaga prinsip transparansi dalam pemerintahan.


Meski demikian, Uha tetap memberikan beberapa catatan penting yang menurutnya harus menjadi perhatian serius. Dimana terdapat peraturan dalam UU dan PP yang mengatur tentang penerimaan dana hibah. Salah satunya adalah mengenai keharusan pemerintah daerah untuk tetap mencatat dan memasukkan hibah ke dalam struktur anggaran resmi daerah, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ia merujuk pada ketentuan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, yang secara tegas mengatur bahwa setiap penerimaan hibah, baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, wajib dicatat dan dilaporkan dalam APBD.


Menurut Uha, pencatatan hibah bukan hanya bersifat administratif, tetapi juga menyangkut prinsip akuntabilitas dan keterbukaan publik. Ia menegaskan bahwa meskipun dana proyek Musholla Al-Asri berasal dari hibah, tetap diperlukan dokumentasi resmi dalam sistem keuangan daerah agar tidak menimbulkan multi tafsir, kecurigaan, maupun celah penyimpangan di kemudian hari. Ia juga menilai bahwa pencatatan hibah ke dalam APBD dapat memberikan ruang bagi lembaga pengawas seperti DPRD, BPK, dan publik secara luas untuk turut mengawasi penggunaannya.


Uha menekankan bahwa pihaknya tidak akan berhenti menjalankan fungsi kontrol sosial, dan LSM Frontal tetap akan mengawasi jalannya pembangunan Musholla Al-Asri agar berjalan sesuai prosedur dan tidak keluar dari koridor hukum. Ia menyatakan bahwa dalam konteks proyek ini, meskipun tidak menggunakan dana APBD, risiko penyalahgunaan atau konflik kepentingan tetap perlu diantisipasi, terutama jika pelaksanaannya tidak disertai dengan keterbukaan informasi dan pengawasan yang memadai.


Sebagai penutup, Uha Juhana menegaskan bahwa klarifikasi ini bukanlah bentuk pembatalan terhadap kritik sebelumnya, tetapi justru merupakan upaya untuk menjernihkan persoalan berdasarkan fakta-fakta terbaru yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Ia menyatakan bahwa LSM Frontal selalu terbuka terhadap kebenaran dan akan selalu berpihak kepada kepentingan publik berdasarkan data, regulasi, dan etika sosial.


“Kami tidak alergi terhadap koreksi. Kami tidak anti klarifikasi. Tapi kami akan selalu bersuara ketika melihat ada potensi ketidakwajaran dalam pengelolaan daerah. Hari ini kami sampaikan klarifikasi, karena memang sudah ada fakta baru dari sumbernya langsung. Kritik yang kami lakukan bukan untuk menjatuhkan, tapi sebagai bentuk tanggung jawab kami dalam menjaga demokrasi dan akuntabilitas pemerintahan di daerah,” pungkasnya.


Klarifikasi ini diharapkan menjadi titik terang dalam polemik proyek rehabilitasi Musholla Al-Asri, sekaligus menjadi contoh bagaimana semangat untuk saling mengingatkan dan berdialog dapat menjadi pondasi penting bagi pemerintahan yang transparan, partisipatif, dan berpihak kepada masyarakat.


(red)

×
Berita Terbaru Update