Kuningan, KuninganSatu.com - Polemik pengelolaan keuangan daerah kembali mencuat di Kabupaten Kuningan. Kali ini, sorotan tajam kembali datang dari LSM Frontal, menyusul temuan adanya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) sebesar Rp 23,95 miliar yang tercantum dalam APBD tahun 2025. Dana tersebut bahkan disebut telah terserap 100 persen dalam waktu kurang dari satu bulan di akhir semester pertama tahun anggaran 2025.
Yang mengejutkan, Silpa ini muncul setelah sebelumnya, pada akhir tahun anggaran 2024, Pemkab Kuningan justru mengalami krisis kas daerah dan gagal membayar berbagai kewajiban. Fakta ini diketahui oleh masyarakat luas menimbulkan tanda tanya besar dan dugaan ketidakwajaran dalam pengelolaan fiskal daerah.
“Kami bicara data resmi. Silpa sebesar Rp 23,95 miliar itu tercatat dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) Kementerian Keuangan yang dipublikasi per tanggal 6 Juni 2025. Tapi publik masih bertanya-tanya, uang ini muncul dari mana, dan digunakan untuk apa?” tegas Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, Minggu malam (7/7/2025).
Kas Daerah Kosong, Tapi Silpa Muncul?
Menurut Uha, munculnya Silpa dalam jumlah besar seolah bertolak belakang dengan situasi yang terjadi menjelang tutup tahun 2024. Kala itu, berbagai laporan menyebutkan adanya keterlambatan pembayaran kegiatan pihak ketiga, belanja jasa, hingga honor pegawai, yang disebabkan kekosongan kas daerah.
“Logika anggaran sangat jelas dimana Silpa adalah sisa dana yang tidak terpakai tahun sebelumnya. Kalau kas kosong dan gagal bayar, bagaimana bisa ada Silpa? Ini seperti menghina akal sehat rakyat,” ungkap Uha.
Lebih lanjut, Uha mengungkap bahwa berdasarkan penelusuran dan informasi dari internal pemkab bahwa Silpa tersebut berasal dari kas BLUD RSUD 45. Namun tidak ada kejelasan bagaimana mekanisme pelimpahan dan pencatatannya. Justru yang mencurigakan, uang sebesar itu langsung diserap habis dalam semester pertama 2025 tanpa transparansi pos penggunaan maupun tujuan kebijakan yang jelas.
“Silpa bukan dana hibah. Ini bukan duit sisa jajan. Ini uang rakyat. Kalau langsung habis dalam waktu sangat singkat, itu harus dipertanggungjawabkan penuh kepada publik. Jangan main petak umpet dengan data anggaran,” seru Uha.
Kepala BPKAD Disorot, Dituding Berubah Fungsi Jadi Juru Bicara Bupati
Kritik keras juga diarahkan kepada Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Deden Sopandi, yang dinilai terlalu sering melontarkan pernyataan publik di luar kewenangannya.
“ Kepala BPKAD itu juru bayar, bukan komentator pembangunan. Meski diluar tufoksinya, sekarang sering tampil layaknya juru bicara segala urusan dengan tugas tambahan Asal Bapak Senang (ABS),” sindir Uha.
Menurutnya, pernyataan pejabat keuangan daerah seharusnya berbasis data dan bersifat teknokratis, bukan teknis apalagi politis. Dan ini mengungkapkan secara de facto bahwa Kepala BPKAD, seperti rumor yang berkembang adalah Sekda definitif sesungguhnya karena Plh. Sekda sekarang hanya dijadikan boneka.
Desak Audit Khusus dan Akses Dokumen APBD
LSM Frontal secara resmi menyerukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit khusus atas penggunaan dana Silpa Rp 23,95 miliar. Selain itu, pihaknya juga akan mengajukan permintaan informasi publik berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), untuk membuka dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan proses pencatatan, penetapan, dan realisasi dana tersebut.
“Kami ingin tahu di mana posnya? Untuk apa saja uang itu digunakan? Siapa yang memutuskan penggunaannya? Ini harus dibuka. Kalau tidak, ini bisa mengarah pada dugaan maladministrasi atau bahkan penyimpangan anggaran,” tegas Uha.
Menurutnya, persoalan Silpa ini bukan sekadar teknis anggaran, melainkan menyangkut integritas tata kelola keuangan daerah. Tanpa transparansi, Pemkab Kuningan berisiko kehilangan legitimasi dan integritas.
“Ini alarm bahaya. Jangan biarkan Kuningan jadi laboratorium manipulasi anggaran.”
Menutup pernyataannya, Uha memberikan peringatan serius jika Pemkab tidak segera menjelaskan kepada publik, maka akan lahir kecurigaan bahwa Silpa tersebut hanyalah “rekayasa akuntansi” untuk menambal defisit atau membiayai kegiatan politik yang tidak bisa dibiayai secara terbuka.
“Jangan jadikan APBD sebagai topeng. Kalau tata kelola anggaran daerah bisa dimunculkan semaunya dan langsung lenyap tanpa jejak, ini bukan reformasi birokrasi tapi kembali ke zaman jahiliah,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Pemerintah Kabupaten Kuningan maupun Kepala BPKAD terkait rincian sumber dan penggunaan Silpa yang menjadi sorotan tersebut.
(red)