Notification

×

Iklan

Iklan

Donny Sigakole: Rutilahu Itu Bukan Bantuan, Tapi Proyek!

Senin, 14 Juli 2025 | Juli 14, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-14T04:52:19Z


KUNINGAN, KASATU.ID - Program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) di Kabupaten Kuningan kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, Wakil Ketua Organisasi Masyarakat Pekat IB Kabupaten Kuningan, Donny Sigakole, mengungkap sejumlah dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan program tersebut yang dinilai tidak tepat sasaran dan sarat kepentingan pribadi.


Menurut Donny, meskipun Bupati Kuningan kerap membagikan aktivitas blusukannya ke rumah-rumah warga yang tidak layak huni melalui media sosial, namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak rumah warga miskin yang belum tersentuh bantuan, meski program Rutilahu telah berlangsung bertahun-tahun. “Yang didatangi Bupati itu baru sebagian kecil. Yang tidak kelihatan jauh lebih banyak lagi. Aneh, kenapa selama ini belum tersentuh oleh pemerintah sebelumnya padahal anggaran programnya ada,” ujar Donny, Senin (14/7/2025).


Ia mengungkapkan, khusus untuk Program Rutilahu yang menggunakan dana APBD Kabupaten Kuningan sejak tahun 2022, masih menyisakan tunggakan pembayaran kepada toko penyuplai bahan bangunan dan masyarakat penerima untuk biaya HOK (Hari Orang Kerja). “Hingga saat ini masih ada sekitar Rp1,5 miliar yang belum dibayarkan dari total lebih dari Rp6 miliar,” ungkapnya.


Padahal, dari rincian anggaran yang diberikan, setiap penerima mendapatkan alokasi Rp17,5 juta yang terdiri dari Rp15 juta untuk bahan bangunan dan Rp2,5 juta untuk biaya HOK. Namun ironisnya, menurut Donny, pembayaran untuk program-program di Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) terus berjalan, termasuk untuk pembangunan jalan ke pemukiman.


“Ini karena program dijadikan ladang bisnis oleh oknum di dinas, mulai dari kepala bidang, kepala dinas, bahkan diduga ada keterlibatan anggota dewan lewat program aspirasi. Kalau Kabid-nya seperti ini, harusnya tidak cocok duduk di jabatan itu,” tegasnya.


Lebih lanjut, Donny juga menyoroti Program Rutilahu yang berasal dari APBD Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data yang diterimanya, dari tahun 2019 hingga 2023, pembangunan rumah tidak layak huni di Kuningan melebihi target RPJMD, yakni 8.431 unit dari target 6.778 atau mencapai 124,38 persen. Meski capaian ini terkesan positif, ia mempertanyakan kenapa masih banyak rumah yang belum tersentuh bantuan.


“Kalau angkanya segitu besar dan capaiannya lebih dari 100 persen, kenapa pak Bupati masih menemukan rumah warga yang rusak parah di lapangan?” tanyanya heran.


Donny bahkan menyebut bahwa Rutilahu bukan lagi menjadi program untuk membantu rakyat miskin, tetapi telah menjadi "program bagi-bagi duit" dengan dalih membantu orang susah. “Seringkali yang rumahnya benar-benar rusak parah malah tidak disentuh. Katanya biar bantuan tetap turun tiap tahun. Yang dapat justru keluarga RT, RW, LPM, dan perangkat desa,” ungkapnya.


Menurutnya, mekanisme penentuan penerima bantuan pun rawan manipulasi karena ditentukan oleh LPM dan RT, bukan berdasarkan kondisi rumah sesungguhnya. LPM juga berperan dalam memilih toko bangunan yang akan menjadi penyuplai material, di mana seringkali terjadi kongkalikong dengan imbalan fee tertentu dari toko.


Lebih parahnya lagi, kata Donny, masyarakat penerima bantuan dipaksa menyepakati harga bahan yang sudah ditentukan dalam rapat dan dituangkan dalam surat kesepakatan. "Lucunya, surat kesepakatan di berbagai desa itu isinya persis sama, harga barangnya pun sama persis. Padahal ada banyak pihak yang hadir sebagai saksi dalam rapat itu, mulai dari korfas provinsi, DPKPP, Babinsa, Babinpol, kades, hingga camat," paparnya.


Ia juga menuding bahwa harga bahan bangunan yang ditentukan lebih tinggi dari harga pasaran dengan alasan dihutangkan dua bulan, tanpa dasar hukum yang jelas. Akibatnya, warga yang seharusnya mendapatkan 10 sak semen hanya menerima 5 sak. Donny menyebut ada satu toko bangunan di Kecamatan Kramatmulya yang sering menjadi penyuplai utama bahan bangunan program Rutilahu dan diduga menguasai lebih dari 70% kuota kabupaten.


"Bahkan kualitas bahan bangunan yang diberikan pun banyak yang di bawah standar kementerian. Ini jelas merugikan warga penerima," kata Donny.


Sebagai bentuk respons atas keprihatinan tersebut, Donny berencana membentuk satuan tenaga sosial independen yang akan bergerak membantu rakyat miskin di luar program pemerintah. "Kami akan buat gerakan Bantu Bupati Menolong Rakyat Susah tanpa dana pemerintah. Dana dari donatur dan hibah sudah ada, tinggal dilaksanakan saja," ujarnya optimis.


Donny berharap agar para pejabat terkait, termasuk "wasit-wasit" pengawas program di lapangan, bisa lebih tegas dan tidak terlibat dalam praktik-praktik curang yang menyengsarakan warga miskin.


.RED

×
Berita Terbaru Update