Notification

×

Iklan

Iklan

Editorial: 2 Dari 3 Calon Sekda Dimutasi, Toni Kusumanto Otomatis Sekda?Atau Akan Ada Wajah Baru?

Senin, 21 Juli 2025 | Juli 21, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-21T01:13:37Z


KUNINGAN, KASATU.ID - Publik Kuningan masih menunggu penetapan siapa yang akan menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) definitif. Namun sebelum keputusan itu diumumkan, langkah-langkah yang diambil Pemerintah Daerah justru memunculkan banyak pertanyaan yang tak bisa diabaikan begitu saja.


Tiga nama yang masuk dalam tiga besar hasil seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Sekda Kuningan Tahun 2024 telah diumumkan secara resmi sejak Oktober tahun lalu. Mereka adalah Dr. H. Asep Taufik Rohman, M.Si., M.Pd., Guruh Irawan Zulkarnain, S.STP., M.Si., dan H. Toni Kusumanto, AP., M.Si. Ketiganya dianggap telah melalui proses yang transparan dan akuntabel dalam tahapan seleksi yang ketat.


Namun ironi datang perlahan. Satu per satu dari ketiga nama itu justru dimutasi. Pertama, pada mutasi 13 pejabat eselon II yang berlangsung Jumat, 13 Juni 2025, Asep Taufik dipindahkan dari Kepala BPKAD menjadi Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan, sebuah alih tugas yang secara politik administratif jelas menurunkan daya tawar.


Kemudian, mutasi jilid dua digelar sebulan kemudian, 14 Juli 2025. Kali ini giliran Guruh Irawan Zulkarnain, dari Kepala Bapenda menjadi Kepala Disnakertrans. Dua mutasi berturut-turut terhadap dua calon Sekda hanya meninggalkan satu nama yang tersisa yakni H. Toni Kusumanto.


Langkah-langkah ini patut dipertanyakan. Jika seleksi terbuka dirancang untuk melahirkan pejabat dengan nilai terbaik, maka penempatan atau pemindahan pasca-seleksi seharusnya mencerminkan konsistensi terhadap hasil tersebut. Namun kenyataannya, dua dari tiga kandidat kini justru tidak lagi menempati jabatan strategis mereka sebelumnya, bahkan sebelum hasil seleksi itu ditindaklanjuti.


Apakah ini kebetulan? Atau adakah skenario terselubung yang telah dirancang sejak awal?


Jika memang Toni Kusumanto akan ditetapkan sebagai Sekda definitif, maka wajar bila publik mempertanyakan, untuk apa seleksi dilakukan jika hasilnya ternyata ditentukan belakangan melalui proses mutasi yang nyaris menyisihkan dua kandidat lainnya?


Atau justru mutasi ini adalah cara untuk “mengeliminasi” mereka secara perlahan dan halus, tanpa harus membatalkan hasil seleksi secara terbuka?


Inilah titik persoalan yang kini mengganggu kredibilitas sistem birokrasi di Kabupaten Kuningan. Apakah seleksi terbuka hanya menjadi etalase semu demi kesan transparansi, sementara arah kekuasaan sudah punya kandidat sendiri jauh sebelum pengumuman tiga besar?


Jika benar demikian, maka yang sesungguhnya terjadi bukanlah penguatan tata kelola birokrasi, melainkan kemunduran yang dibungkus prosedur.


Mutasi demi mutasi terhadap calon Sekda bukan hanya berdampak pada individu yang bersangkutan, tetapi juga pada kepercayaan publik terhadap mekanisme pengisian jabatan di lingkungan pemerintahan. Ketika dua nama yang telah dianggap kompeten “dipinggirkan” lewat mutasi, dan hanya satu yang dibiarkan bertahan, maka wacana netralitas seleksi pun perlahan berubah menjadi tanda tanya besar.


Kini, siapa pun yang akan ditetapkan sebagai Sekretaris Daerah definitif, proses ini telah meninggalkan jejak yang tak mudah dihapus. Bahwa di balik klaim transparansi, publik melihat pola yang justru membangkitkan kecurigaan, seleksi boleh terbuka, tapi arah tetap dikunci.


Jika sistem meritokrasi benar-benar ingin ditegakkan, maka konsistensi menjadi harga mati. Tanpa itu, setiap seleksi terbuka hanya akan menjadi panggung drama birokrasi yang menyuguhkan prosedur, namun menyingkirkan keadilan.


Catatan Redaksi:

Tulisan ini merupakan opini redaksi KASATU.ID sebagai respon terhadap fenomena kekosongan jabatan Sekretaris Daerah Kabupaten Kuningan yang hingga kini belum juga diisi secara definitif, di tengah dinamika mutasi yang menyingkirkan satu per satu calon hasil seleksi terbuka.


×
Berita Terbaru Update