KUNINGAN, KASTU.ID - Di balik senyapnya ruang sidang Badan Kehormatan DPRD Kuningan, gelombang kebenaran sedang mengetuk pintu etika kekuasaan. Forum Masyarakat Peduli Keadilan (FMPK), salah satu pelapor utama dalam kasus dugaan pelanggaran etika oleh 2 orang anggota DPRD yang juga elit partai, kini melangkah lebih jauh dan siap menyerahkan dokumen setebal lebih kurang 20 halaman berisi fakta-fakta baru dan bukti yang disebut sebagai “bukti mahkota” fakta yang tak hanya membuka tabir peristiwa, tetapi juga mengguncang fondasi etika pejabat publik.
"Yang kami serahkan bukan asumsi, bukan opini. Tapi fakta keras yang tak terbantahkan, hasil investigasi lapangan, pengumpulan bukti, dan konfirmasi silang. Jika ini diabaikan, maka kita menyaksikan kehancuran etika di lembaga legislatif," tegas Ustadz Ade Supriyadi, Ketua FMPK, ditemui saat menyiapkan dokumen resmi untuk diserahkan ke BK DPRD Kuningan dalam waktu dekat (22/07).
Dokumen tersebut disusun secara sistematis, memuat kronologi kejadian, bukti-bukti hukum, pelanggaran terhadap norma agama dan partai, serta keterlibatan pihak terlapor dalam upaya intervensi. FMPK menyebutnya sebagai “rekonstruksi moral dan hukum” atas tindakan yang bukan sekadar mencoreng nama lembaga, tapi melukai nalar keadilan masyarakat.
Dugaan Pelanggaran yang Kompleks dan Terstruktu
Sekretaris FMPK, Kang Luqman Maulana, menyebut bahwa substansi laporan tersebut bukan hal yang bisa dikompromikan. Dalam narasinya, pelanggaran yang dilakukan bukan sebatas masalah private, melainkan tindakan sistemik yang mengabaikan akuntabilitas, menginjak etika partai, merendahkan nilai keislaman, dan bahkan diduga melibatkan intervensi.
“Kami tidak ingin institusi ini jatuh hanya karena diam menghadapi pelanggaran. Ada dugaan manipulasi narasi, pengkondisian, dan upaya pembungkaman fakta. Ini bukan hanya persoalan etika ini sudah menyentuh jantung demokrasi lokal,” tandasnya.
FMPK mengkritik bahwa selama ini publik hanya disodori kabar parsial, seolah perkara ini bisa diredam dengan klarifikasi dangkal. Namun di balik permukaan, terdapat dugaan kuat adanya pelanggaran berlapis: nikah siri yang ditutup-tutupi, perceraian kilat talak 3 tanpa ada alasan syar'i, dugaan kuat adanya upaya membungkam, perceraian saat istri dalam kondisi hamil tua, penyalahgunaan posisi kekuasaan, hingga pelecehan terhadap nilai syariat dan janji jabatan.
Transparansi Proses, Ujian Integritas BK
Badan Kehormatan, menurut FMPK, tengah menjalani ujian integritas paling krusial. Di satu sisi, mereka dihadapkan pada fakta dan tekanan moral. Di sisi lain, mereka diseret dalam gelombang kepentingan politik yang mencoba mereduksi perkara menjadi sekadar “urusan pribadi”.
“Jangan sampai keputusan BK jadi sekadar pelicin rekonsiliasi elit. Ini soal kepercayaan publik. Kalau pelanggaran seberat ini dibiarkan tanpa sanksi bermartabat, maka BK bukan lagi penjaga etika, tapi menjadi alat cuci dosa politik,” kata Ustadz Ade.
Mereka menegaskan bahwa semua yang dilaporkan sudah berada dalam wilayah wewenang BK. Mereka meminta agar BK tidak tunduk pada tekanan politik internal maupun eksternal. Sebab jika kejujuran dan keberanian tidak hadir di tengah proses ini, maka institusi BK pun layak dipertanyakan eksistensinya.
Menjaga Marwah, Menjaga Masa Depan
FMPK menilai, proses ini bukan tentang menjatuhkan individu, tetapi menyelamatkan kehormatan institusi dan mengembalikan standar etik yang telah lama dikhianati. Dalam konteks demokrasi lokal, lembaga seperti BK bukan hanya forum administratif, tetapi titik simpul bagi masa depan politik yang bersih.
"Kami tahu, menegakkan etika di negeri yang terbiasa dengan kompromi bukan perkara mudah. Tapi jika hari ini kita diam, maka besok anak-anak kita akan mewarisi kebobrokan yang kita biarkan tumbuh,” pungkas Kang Luqman.
Catatan Redaksi:
Redaksi tidak dapat menyampaikan isi lengkap dokumen pelaporan karena telah menjadi bagian dari penyelidikan resmi BK DPRD Kuningan. Namun redaksi memastikan bahwa laporan ini telah diverifikasi keberadaannya dan menyerukan agar publik ikut mengawal proses hingga tuntas.