Kuningan, KaSatu.id - Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah (DPM UM) Kuningan melayangkan kritik keras terhadap kinerja DPRD Kabupaten Kuningan, khususnya dalam pelaksanaan Pokok-Pokok Pikiran (Pokir). DPM menilai, DPRD telah menyimpang dari fungsi legislatif dan representatifnya dengan tunduk pada sistem birokratis yang diatur melalui Kamus Pokir oleh eksekutif.
Ketua Umum DPM UM Kuningan, Azril Perliyansyah, menyatakan bahwa Pokir seharusnya menjadi sarana artikulasi aspirasi rakyat, bukan sekadar daftar permintaan yang harus sesuai dengan format teknokratis pemerintah daerah. Ia menilai bahwa keberadaan Kamus Pokir justru mengubah DPRD dari lembaga representatif menjadi pelaksana administratif yang kehilangan daya kritis terhadap kebijakan eksekutif.
“Kepatuhan mutlak DPRD terhadap Kamus Pokir yang diterapkan oleh eksekutif adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip demokrasi,” ujar Azril dalam pernyataannya, Kamis (11/7/2025).
Menurutnya, demokrasi tidak hanya soal prosedur administratif, tetapi juga soal esensi: partisipasi rakyat, diskusi terbuka, dan pembagian kekuasaan yang sehat antara lembaga. Ketika lembaga legislatif membiarkan dirinya dibatasi oleh tafsir sepihak eksekutif, maka terjadi subordinasi struktural yang menyalahi semangat desentralisasi dan otonomi daerah.
Ia menambahkan, pelaksanaan Pokir yang dibatasi oleh Kamus Pokir menutup kemungkinan adanya respons spontan terhadap dinamika dan kebutuhan riil masyarakat. Hal ini berpotensi menjauhkan DPRD dari konstituennya dan memperlemah legitimasi politiknya di mata publik.
Azril menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap regulasi Pokir serta peninjauan kembali peran Kamus Pokir sebagai acuan tunggal. Ia mendorong DPRD untuk meningkatkan kapasitas politik anggotanya, membuka akses informasi publik, dan mengembalikan semangat konstitusional dalam proses perencanaan pembangunan daerah.
“Jika tidak ada langkah korektif yang jelas dan terukur, DPRD Kabupaten Kuningan akan terus kehilangan legitimasi politiknya. Demokrasi lokal akan terkikis oleh praktik pseudo-partisipatif yang hanya menguntungkan elite birokrasi dan politik,” pungkasnya.
(red)