Notification

×

Iklan

Iklan

Kado Pahit Hari Anak Nasional, Yudi: Predator Seksual Berkeliaran!

Kamis, 24 Juli 2025 | Juli 24, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-24T11:42:38Z

KUNINGAN, KASATU.ID - Aktivis Masyarakat Peduli Kuningan (MPK), Yudi Setiadi, mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap kondisi anak-anak di Kabupaten Kuningan yang hingga kini masih menghadapi ancaman serius berupa kekerasan seksual, eksploitasi, penelantaran, hingga potensi kekerasan remaja.

“Hari Anak Nasional seharusnya menjadi momen perayaan akan tumbuh kembang anak dalam suasana aman, sehat, dan penuh kasih. Tapi faktanya, di Kuningan, peringatan ini justru diwarnai oleh kenyataan pahit yang memprihatinkan,” ujar Yudi, Kamis (24/7/2025).

Berdasarkan data Dinas Sosial P3AKB Kabupaten Kuningan, sepanjang tahun 2024 tercatat sedikitnya 66 anak menjadi korban kekerasan. Dari jumlah tersebut, 47 anak memerlukan perlindungan khusus karena menjadi korban kekerasan seksual, eksploitasi ekonomi, penelantaran, dan kekerasan dalam rumah tangga.

"Dan yang lebih mengkhawatirkan, tren ini belum mereda. Di paruh pertama 2025 saja, laporan kekerasan anak yang masuk ke Unit PPA Polres Kuningan dan lembaga pendamping justru meningkat,” tegas Yudi.

Ia menambahkan, korban kekerasan seksual bukan hanya mengalami luka fisik, namun juga luka psikologis yang sangat dalam dan berkelanjutan. Trauma, kecemasan, mimpi buruk, hingga depresi berat kerap ditemukan pada korban. Tak jarang, para korban menarik diri dari lingkungan dan kehilangan kepercayaan sosial.

“Lebih menyakitkan lagi, sebagian besar pelaku adalah orang-orang terdekat—guru, tetangga, saudara, bahkan tokoh masyarakat. Banyak dari mereka masih bebas berkeliaran karena minimnya keberanian masyarakat untuk melapor dan kurangnya pendampingan hukum,” ucapnya.

Yudi menekankan bahwa diam bukan solusi. “Korban bukan aib. Melaporkan kekerasan adalah bentuk keberanian. Itu adalah langkah awal menuju pemulihan,” tegasnya.

Tak hanya itu, MPK juga mencatat meningkatnya potensi kekerasan remaja, seperti aksi tawuran antarpelajar tingkat SMP di beberapa titik wilayah Kuningan. Anak-anak usia di bawah umur semakin rentan terseret dalam perilaku destruktif akibat kurangnya perhatian, minimnya ruang aman, dan lemahnya pembinaan karakter.

“Kita tidak bisa membiarkan situasi ini terus berkembang. Pemerintah daerah harus segera mengambil langkah nyata melalui Dinas Pendidikan, Dinas Sosial P3AKB, dan lembaga terkait lainnya untuk mencegah eskalasi kekerasan remaja,” kata Yudi.

Menurutnya, kondisi ini tidak bisa dibebankan hanya pada satu institusi. Dinas Sosial P3AKB sudah kewalahan, aparat penegak hukum terbatas, pendamping kekurangan sumber daya, dan sekolah pun banyak yang belum siap merespons kompleksitas kasus kekerasan anak.

“Kita butuh pendekatan lintas sektor yang solid dan terkoordinasi. Ini bukan masalah satu dinas saja, ini krisis perlindungan anak yang harus menjadi perhatian serius seluruh unsur pemerintahan dan masyarakat,” ujar Yudi.

Lebih lanjut, MPK mendesak seluruh elemen Pemkab Kuningan termasuk Dinas Sosial P3AKB, Dinas Pendidikan, DP3A, dan DPRD untuk segera turun tangan.

“Bukan hanya sosialisasi, tapi pembinaan struktural di sekolah, penanganan serius terhadap korban, dan penegakan hukum tanpa kompromi terhadap pelaku kekerasan seksual. Hukuman maksimal adalah keharusan demi efek jera,” seru Yudi.

Ia mengingatkan agar label “Kabupaten Ramah Anak” tidak menjadi slogan kosong. “Kalau tidak ada tindakan nyata, jangan sampai Kuningan malah dikenal sebagai Kabupaten Tidak Ramah Anak. Itu akan menjadi ironi yang menyakitkan bagi kita semua,” tandasnya.

Di akhir pernyataannya, Yudi menegaskan bahwa MPK akan terus mendampingi para korban, menyuarakan keadilan, dan melawan segala bentuk kekerasan terhadap anak.

“Kami berdiri bersama anak-anak yang terluka. Kami tidak akan diam sampai tidak ada lagi anak yang takut hidup di tanah kelahirannya sendiri,” pungkasnya.

.RED
×
Berita Terbaru Update