Notification

×

Iklan

Iklan

Yudi Setiadi: Kalau Sawit Masih Berdiri, Apa yang Sebenarnya Dihentikan?

Senin, 21 Juli 2025 | Juli 21, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-21T04:10:46Z


KUNINGAN, KASATU.ID - Pernyataan PT Kelapa Ciung Sukses Makmur (KCSM) yang mengklaim telah menghentikan operasionalnya dianggap omong kosong oleh Masyarakat Peduli Kuningan (MPK). Lewat pernyataan keras, Yudi Setiadi menilai pernyataan perusahaan itu normatif dan tak menyentuh akar persoalan tentang lahan yang rusak, sawit yang masih tertanam, dan nasib petani mandiri yang makin tak jelas.


“Surat penghentian operasional hanya selembar kertas. Di lapangan, sawit masih berdiri, dampak lingkungan tetap ada, dan petani masih terombang-ambing tanpa kepastian. Di mana bukti komitmen?” tegas Yudi dalam keterangannya, Senin (21/7/2025).


Yudi menyoroti nihilnya tindakan nyata dari PT KCSM pasca rapat di Gedung KIC yang difasilitasi oleh Pemkab Kuningan. Dalam rapat itu, perusahaan disebut-sebut menyetujui sejumlah komitmen, namun hingga kini implementasi di lapangan nol besar. Komitmen hanya jadi jargon, tanpa transparansi, tanpa bisa diawasi publik.


Lebih parahnya lagi, lanjut Yudi, petani mandiri yang sudah terlanjur menanam sawit ditinggalkan tanpa perlindungan. Tidak ada skema tanggung jawab, tidak ada kejelasan nasib, dan tak ada rasa tanggung jawab dari pihak perusahaan yang sebelumnya mendorong kemitraan.


“Jangan sampai masyarakat terus jadi korban kesepakatan yang timpang dan tidak transparan. Ini bukan investasi, tapi penjajahan atas tanah rakyat!” tegasnya.


MPK menyebut bahwa solusi tak bisa berhenti pada penarikan bibit atau pelarangan distribusi baru. Yang dibutuhkan adalah pemulihan ekologis menyeluruh, penyelesaian legalitas tanaman yang terlanjur ditanam, serta kejelasan nilai tukar atau ganti rugi bagi petani.


“Fakta bahwa sawit masih tertanam itu bukti bahwa perusahaan belum serius. Kalau memang ada niat baik, tunjukkan langkah pemulihan, jangan cuma kirim surat,” sindir Yudi.


Yudi juga mengkritik tajam lambannya respons dari dinas-dinas terkait. Ia menyebut ketidaktegasan birokrasi justru memberi ruang bagi perusahaan untuk terus mangkir dari tanggung jawabnya.


“Pemerintah jangan hanya duduk manis. Rakyat butuh perlindungan nyata, bukan pidato dan seremonial belaka. Jangan sampai pemerintah malah jadi kaki tangan perusahaan,” kecamnya.


Menurut Yudi, solusi menyeluruh dan lintas sektor mutlak dibutuhkan. Konflik sawit hanya satu dari sekian persoalan dalam tata kelola kawasan konservasi di Kuningan. Karena itu, penataan kawasan harus dilakukan secara menyeluruh dan partisipatif, melibatkan masyarakat lokal, akademisi, komunitas pecinta alam, dan DPRD.


“Kami tidak anti-investasi. Tapi investasi harus ramah lingkungan dan menjunjung keadilan sosial. Kuningan adalah daerah konservasi, bagian dari catchment area penting. Ini bukan tanah kosong yang bisa digarap sesuka hati,” tandas Yudi.


Di akhir pernyataannya, Yudi menekankan bahwa MPK bersama elemen masyarakat sipil mendesak dibentuknya forum kebijakan terpadu yang transparan dan akuntabel, untuk memastikan seluruh upaya penyelesaian dilakukan berdasarkan bukti, analisis hukum, dan prinsip keberlanjutan.


“Ini bukan lagi soal sawit. Ini soal arah masa depan Kuningan. Apakah kita biarkan rusak karena investasi serampangan, atau kita selamatkan bersama untuk generasi selanjutnya." pungkas Yudi.


.RED

×
Berita Terbaru Update