Musim mutasi jabatan kembali tiba, dan seperti ritual tahunan yang tak pernah gagal, muncullah mereka para makelar jabatan, yang saya suka sebut “makhluk malam”. Mereka bangkit dari sarang, berpindah dari meja ke meja, melintas dari grup WhatsApp satu ke grup lainnya, menawarkan “jasa spesial”. Bukan jasa kerja keras, bukan jasa prestasi, melainkan jasa kilat lewat jalur belakang yang modalnya cuma dua yakni kepercayaan polos dan amplop berisi duit yang cukup tebal.
Fenomena calo mutasi ini sudah seperti hama langganan yang tahu persis kapan musim panen tiba. Mereka lihai menyusup ke celah-celah sistem, menjual mimpi-mimpi kosong kepada ASN yang mulai gelisah, memandangi daftar mutasi yang tak kunjung diumumkan. Dengan mulut manis penuh janji dan nada meyakinkan, mereka membangun narasi seolah segalanya bisa “diatur”. Asal tahu pintu belakang mana yang harus diketuk, siapa yang perlu “dihormati” dan amplop tentu wajib di tangan.
Lucu sekaligus tragis, sebagian dari mereka berani mengatasnamakan Bupati sendiri. Seolah-olah mendapat mandat langsung dari istana, padahal kenyataannya mereka cuma “penjaja jabatan” kelas teri, berjualan mimpi yang sudah basi. Mereka tak cuma menjual nama besar, tapi juga menabur kegelisahan dan keraguan di kalangan ASN yang masih punya harapan. Bagi mereka, naik jabatan bukan soal kerja keras, tapi soal siapa yang tahu jalan tikus.
Namun, kali ini cerita lama itu mulai berubah. Sang Bupati, Dr. Dian Rachmat Yanuar, M.Si, bukan sekadar aktor figuran dalam drama mutasi yang sudah basi itu. Ia hadir sebagai sosok yang membawa “pisau bedah birokrasi” untuk mengiris dan membersihkan sistem dari parasit yang sudah terlalu lama menggerogoti. Tidak ada ruang untuk kompromi, apalagi untuk permainan gelap.
Lebih menggembirakan lagi, sekarang ada e-Mutasi. Sebuah sistem digital yang memaksa para calo untuk berkeringat, bahkan berputar-putar tanpa hasil. Di platform ini, algoritma yang berbicara, bukan bisikan di lorong gelap. Rekam jejak kinerja ASN terekam jelas, tak bisa lagi disembunyikan oleh janji palsu atau amplop tebal. Para calo yang biasa mengobral mimpi kini gelagapan. Bagaimana menjual ilusi kalau setiap langkah diawasi CCTV digital?
Dalam kamus kepemimpinan Bupati, mutasi adalah kebutuhan organisasi, bukan alat tukar dagang. Jabatan adalah amanah, bukan komoditas pasar malam penuh transaksi. Siapapun yang mencoba menjadikan mutasi sebagai ajang jual beli, dipandang sebagai parasit yang harus “diamputasi” total. Bukan sekadar dipindah-pindah, tapi benar-benar diputus aksesnya.
ASN pun diingatkan, jangan sampai jadi pelanggan tetap praktik percaloan. Karena membeli jasa calo itu sama dengan menabung kehancuran karier sendiri. Bupati tak akan memberi panggung bagi mereka yang naik jabatan lewat jalur tikus. Birokrasi bukan arena judi nasib, bukan tempat bermain lotre nasib baik.
Mutasi yang akan datang sudah disusun dengan sistematis. Evaluasi berbasis kinerja, kebutuhan organisasi, dan pemerataan struktur menjadi pijakan utama. Tak ada ruang bagi sogokan, tak ada tempat untuk bisikan di belakang pintu. Yang berlaku adalah kompetensi dan kepercayaan, yang dibangun lewat kerja nyata, bukan lobi maya.
Tapi jangan terlalu cepat bernafas lega. Para calo mutasi itu seperti zombie birokrasi yang mati satu tumbuh seribu. Mereka piawai berganti wajah dan modus. Hari ini mereka jadi “orang dalam Bupati”, besok “teman akrab Sekda”, lusa “utusan pusat”. Kreativitas menipu mereka bahkan terkadang melebihi inovasi birokrasi yang sesungguhnya.
Musim ini, kabar angin membawa serta nama-nama lama yang selama ini sudah akrab di bisik-bisik ASN. Mereka yang dikenal sebagai “makelar jabatan” dengan janji manis dan jargon penuh embel-embel kedekatan, mencoba bertahan hidup. Ada yang berlagak sebagai “penghubung istana kecil”, menawarkan jabatan dengan syarat dukungan khusus dan “sumbangan perjuangan”. Ada pula yang berkedok sebagai orang dalam, padahal cuma bayang-bayang gelap di belakang layar.
Namun keberadaan mereka makin goyah. e-Mutasi adalah lampu sorot digital yang menerangi lorong-lorong gelap penuh tipu daya. Rekam jejak dan sistem evaluasi ketat siap membongkar siapa yang benar-benar bermain di balik layar.
Untuk itu, ASN dan publik diingatkan agar jangan tergoda janji manis calo, apalagi yang lewat pintu belakang. Kalau ketahuan, bukan hanya calo yang akan “dipotong”, tapi juga mereka yang ikut menari di atas benang merah pelanggaran etika.
Pemerintahan bersih bukan sekadar angan-angan. Ia lahir dari keberanian semua pihak menolak panggung sandiwara mutasi transaksional. Dan sekarang, ketika Bupati sudah mengangkat pisau bedah birokrasi dan e-Mutasi mulai bekerja, pertanyaannya cuma satu yakni siapa yang akan tersayat duluan dalam pertarungan ini?