Notification

×

Iklan

Iklan

Apresiasi Kinerja Kepala BPKAD Kuningan, Uha: Contoh Birokrasi Melayani Dan Profesional

Kamis, 10 Juli 2025 | Juli 10, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-10T04:01:59Z


Kuningan, KaSatu.id - Sorotan publik terhadap temuan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) sebesar Rp 23,95 miliar dalam APBD Kabupaten Kuningan tahun 2025 akhirnya dijawab secara langsung oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Deden Sopandi. Dalam pernyataannya kepada media, Deden memberikan klarifikasi komprehensif mengenai sumber, mekanisme pencatatan, hingga posisi dana tersebut dalam struktur anggaran daerah.


“Silpa adalah selisih lebih antara realisasi pendapatan dan belanja dalam satu tahun anggaran. Data Rp 23,95 miliar yang dipertanyakan itu tercatat dalam laporan keuangan unaudited tahun 2024 dan telah dilaporkan dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) per 6 Juni 2025,” ungkap Deden saat ditemui wartawan, Senin (8/7/2025).


Deden menjelaskan bahwa komponen utama dari Silpa tersebut berasal dari kas BLUD RSUD 45 sebesar Rp 23,3 miliar, sisa Dana BOS sebesar Rp 1,6 juta, dan kas pada Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) sebesar Rp 601 juta. Ia menegaskan bahwa sebagian besar dana Silpa tersebut berada di rekening terpisah milik BLUD dan tidak dapat digunakan begitu saja oleh Pemda Kuningan karena keterikatan aturan terkait tata kelola dan prinsip akuntansi berbasis entitas.


“Rekening BLUD itu berdiri sendiri dan tidak berada di RKUD. Maka tidak bisa serta-merta dipakai oleh Pemda untuk alokasi belanja umum. Dana itu hanya bisa digunakan kembali oleh BLUD sesuai Peraturan Pengelolaan Keuangan (PPK) BLUD yang berlaku. Jadi mekanismenya ada dan tegas,” jelas Deden.


Silpa tersebut, kata Deden, sudah dimasukkan dalam APBD sebagai bagian dari penerimaan pembiayaan dan dibahas bersama DPRD dalam rapat penganggaran. Deden juga memastikan bahwa seluruh pencatatan telah dilakukan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan kelak akan diaudit kembali oleh BPK RI.


“Silpa bukanlah dana tak bertuan. Semua tercatat, ada pos anggarannya, dan mekanisme penggunaannya jelas. Kami tidak pernah menyembunyikan apapun. Justru semua disampaikan secara terbuka dan bisa diverifikasi secara teknis,” tegasnya.


Menariknya, respons terbuka dari Kepala BPKAD ini mendapat tanggapan positif dari Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, yang sebelumnya menjadi pihak paling kritis terkait keberadaan Silpa ini. Uha menyatakan bahwa dirinya menghargai dan mengapresiasi langkah cepat Deden dalam memberikan klarifikasi yang detail, berbasis data, dan disampaikan secara terbuka kepada publik.


“Saya harus jujur, ini langkah positif dan patut diapresiasi. Kepala BPKAD sudah memberikan penjelasan yang cukup komprehensif dan bisa dipertanggungjawabkan secara administratif. Ini menunjukkan bahwa beliau sangat paham betul tugas dan fungsinya, bahkan meskipun baru menjabat,” ujar Uha kepada KuninganSatu.com, Senin malam.


Menurut Uha, respons cepat seperti ini penting untuk membangun kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan daerah. Ia menyebut bahwa tradisi birokrasi yang responsif dan tidak alergi terhadap kritik adalah bagian dari reformasi yang harus terus dijaga.


“Kita tidak sedang bicara siapa lawan siapa. Ini soal akuntabilitas dan hak publik atas informasi keuangan daerah. Ketika ada pejabat seperti Pak Deden yang dengan tenang dan terbuka menjelaskan, itu artinya kita sedang melihat semangat perubahan di tengah birokrasi,” kata Uha.


Ia menambahkan bahwa klarifikasi dari BPKAD tidak serta-merta menghentikan peran pengawasan masyarakat sipil. LSM Frontal tetap akan mengawal proses audit lanjutan dan memastikan bahwa penggunaan anggaran, termasuk yang bersumber dari Silpa, benar-benar dijalankan secara transparan, akuntabel, dan tepat sasaran.


“Kami tetap akan mengajukan permohonan keterbukaan informasi publik dan memantau jalannya audit, karena itu merupakan bagian dari tanggung jawab moral kami. Tapi untuk langkah keterbukaan ini, saya secara pribadi menyampaikan penghargaan. Bagus kinerjanya. Jika semua Kepala OPD seperti ini, tidak akan ada keresahan publik berlarut-larut,” pungkas Uha.


Dengan adanya dialog terbuka ini, publik berharap ke depan proses komunikasi antara pemangku kebijakan dan elemen masyarakat dapat terus terjaga dalam koridor data, akal sehat, dan etika SDM birokrasi yang profesional.


(red)

×
Berita Terbaru Update