KUNINGAN, KASATU.ID - Belakangan ini, muncul indikasi kuat bahwa sejumlah aparatur sipil negara (ASN) diam-diam merangkap jabatan dalam struktur Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Mereka terlibat sebagai ketua, direktur, bahkan pelaksana operasional dengan dugaan tujuan memengaruhi alokasi dana desa dan meraup keuntungan pribadi.
Fenomena ini bukan sekadar spekulasi. Kasus-kasus serupa mencuat di berbagai daerah, seperti di Soreang dan Lampung. Hasilnya? Kegaduhan publik, penurunan kualitas layanan desa, dan menguatnya krisis kepercayaan warga terhadap institusi desa.
Kritik Utama
1. Konflik Kepentingan
ASN yang terlibat langsung di BUMDes membuka ruang manipulasi dana desa. Alih-alih digunakan untuk kepentingan warga, dana justru dialirkan demi kepentingan kelompok tertentu.
2. Rangkap Jabatan dan Ketidakfokusan
Secara hukum, ASN dilarang merangkap jabatan tanpa izin tertulis atasan. Keterlibatan dalam usaha desa seperti BUMDes, jelas melanggar Undang-Undang ASN dan menciptakan ketidakefektifan kinerja.
3. Terganggunya Pengawasan Publik
Dominasi ASN dalam struktur BUMDes mematikan partisipasi warga dan melemahkan transparansi. Masyarakat sulit mengakses informasi dan kehilangan ruang untuk mengawasi jalannya usaha milik desa.
Landasan Hukum Pelarangan
Beberapa regulasi secara eksplisit melarang ASN menduduki jabatan di BUMDes:
PP No. 11 Tahun 2021
Pasal 132 ayat (3): Organisasi BUMDes harus terpisah dari pemerintahan desa.
Ayat (6)–(7): Pelaksana operasional BUMDes tidak boleh merangkap jabatan pemerintahan.
PP No. 43 Tahun 2015
Pasal 132 ayat (6)-(7): Melarang pengurus BUMDes rangkap jabatan di pemerintahan desa.
UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN
Pasal 88 ayat (1)–(2): ASN dilarang merangkap jabatan di luar instansi kecuali dengan izin.
PP No. 11 Tahun 2017 & PP No. 53 Tahun 2010
Menegaskan larangan rangkap jabatan dan menetapkan sanksi disiplin jika dilanggar.
Tuntutan Tegas untuk Reformasi
Sebagai mahasiswa Kuningan yang peduli pada akuntabilitas dan profesionalisme pemerintahan desa, saya mendesak:
Hentikan keterlibatan ASN dalam jabatan direktur, pengawas, maupun operasional BUMDes jika tanpa izin tertulis.
Audit Independen terhadap BUMDes yang pernah atau sedang dikendalikan ASN.
Sanksi Tegas: dari pencopotan jabatan ASN hingga proses hukum jika ditemukan korupsi.
Sosialisasi Regulasi kepada perangkat desa dan masyarakat agar terbangun kesadaran hukum dan kontrol sosial.
Perkuat Aturan Desa, dorong Perdes yang melarang ASN terlibat dalam struktur BUMDes.
Penutup
BUMDes bukanlah alat politik atau instrumen kekuasaan ASN. Ia seharusnya menjadi sarana pemberdayaan ekonomi warga desa transparan, profesional, dan bebas konflik kepentingan.
“BUMDes harus dikelola oleh masyarakat desa profesional, bukan sarana ASN berkuasa.”
Ditulis oleh: Raka
Mahasiswa Kuningan