Kuningan, KuninganSatu.com - Rencana Pemerintah Kabupaten Kuningan yang akan melakukan rehab berat terhadap Musholla Al-Asri di komplek Pendopo Bupati Kuningan menuai kritik tajam dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Frontal. Proyek senilai Rp1 miliar itu disebut akan menggunakan skema voorfinanciering atau pembiayaan di muka oleh pihak ketiga yang baru akan dibayarkan pemerintah pada tahun anggaran berikutnya.
Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, menyatakan penolakannya secara tegas atas rencana tersebut. Ia menyampaikan bahwa keputusan Pemkab Kuningan untuk tetap melanjutkan proyek ini menunjukkan inkonsistensi dan pengabaian terhadap kondisi keuangan daerah yang sedang mengalami kegagalan sistemik.
“Janji efisiensi anggaran yang dulu pernah disampaikan oleh Bupati Dian Rachmat Yanuar saat memimpin apel perdana ternyata hanya prank,” ujar Uha dalam pernyataan resminya tertanggal 7 Juli 2025.
Berdasarkan Informasi Internal PUTR
Uha menjelaskan bahwa pihaknya mendapatkan informasi dari sumber internal di Bidang Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Kuningan, bahwa proyek rehab berat Musholla Al-Asri senilai Rp1 miliar tersebut sudah melalui tahapan survei, pengukuran, pembuatan gambar, hingga penyusunan rencana anggaran biaya (RAB).
“Seluruh proses perencanaan proyek itu telah selesai. Bahkan, rencananya akan segera dilaksanakan dengan metode voorfinanciering,” ungkapnya.
Penolakan Keras di Tengah Gagal Bayar
LSM Frontal menggarisbawahi bahwa proyek ini direncanakan saat kondisi keuangan daerah sedang mengalami krisis. Selama tiga tahun terakhir, APBD Kabupaten Kuningan mengalami gagal bayar, yang artinya pemerintah daerah tidak mampu menunaikan kewajiban keuangannya terhadap pihak ketiga.
“Pemkab Kuningan tidak memiliki dana yang cukup untuk melanjutkan proyek-proyek besar. Maka dari itu, proyek ini harus ditolak,” tegas Uha.
Ia menekankan bahwa dalam kondisi anggaran yang terbatas, pemimpin daerah seharusnya menunda atau membatalkan proyek-proyek yang tidak mendesak. Sebagai gantinya, anggaran difokuskan pada program prioritas yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat seperti penanggulangan pengangguran, kemiskinan, dan stunting.
Rekor Gagal Bayar dan Lemahnya Manajemen Keuangan
Dalam pernyataannya, Uha menyebut bahwa hattrick gagal bayar yang dialami Pemkab Kuningan adalah cerminan lemahnya tata kelola keuangan daerah.
“Ini bisa terjadi karena perencanaan yang tidak matang, kebocoran anggaran, atau bahkan praktik korupsi,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa kegagalan ini berdampak langsung pada tersendatnya pembangunan, termasuk terhentinya berbagai proyek strategis di tengah jalan.
Skala Prioritas Harus Diubah
LSM Frontal meminta Pemkab segera mengubah skala prioritas pembangunan daerah. Proyek-proyek yang dianggap tidak mendesak atau berdampak kecil terhadap kesejahteraan masyarakat harus ditangguhkan, termasuk proyek rehab berat Musholla Al-Asri.
“Dengan kondisi keuangan seperti ini, membangun musholla dengan nilai Rp1 miliar adalah keputusan yang tidak waras,” kritik Uha.
Ia menambahkan bahwa skema voorfinanciering memperparah situasi karena pemerintah harus mengonversi proyek menjadi beban utang yang baru akan dibayar di tahun berikutnya.
Ekonomi Nasional Memburuk, PAD Menurun
Uha juga menyoroti dampak krisis ekonomi nasional terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Kuningan. Ia menyebut bahwa penurunan PAD akan memperburuk ketidakmampuan pemerintah dalam membayar proyek-proyek besar.
“Jika PAD menurun drastis, maka semakin sulit bagi Pemkab Kuningan untuk memenuhi kewajiban pembayaran, termasuk voorfinanciering proyek Musholla Al-Asri ini,” terangnya.
Voorfinanciering Rawan Monopoli dan Gratifikasi
LSM Frontal juga menuding bahwa skema voorfinanciering dalam proyek pemerintahan membuka ruang terjadinya praktik persaingan usaha tidak sehat.
“Ini melanggar Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999. Pekerjaan borongan model ini cenderung tidak transparan dan rawan kolusi,” ungkap Uha.
Ia menambahkan bahwa mekanisme pembayaran yang dilakukan setelah proyek selesai membuat pengawasan terhadap anggaran menjadi lemah. Hal ini membuka celah terjadinya komitmen fee, gratifikasi, atau bahkan suap yang melibatkan oknum penyedia jasa dan pelaksana proyek.
Dugaan Monopoli Oleh Pengusaha Dekat Kekuasaan
Lebih lanjut, Uha menyebut adanya dugaan keterlibatan seorang pengusaha berinisial “N” dalam proyek rehab Musholla Al-Asri. Sosok ini disebut sebagai pihak yang dikenal sangat dekat dengan elit kekuasaan di lingkungan Pemkab Kuningan dan kerap memenangkan berbagai tender proyek.
“Berdasarkan bocoran informasi, pengusaha berinisial N ini sedang memonopoli pekerjaan-pekerjaan strategis di lingkup pemerintah daerah,” bebernya.
Bangunan Musholla Masih Layak dan Baru Direhab 2024
Dalam pernyataannya, Uha menegaskan bahwa Musholla Al-Asri sebenarnya masih sangat layak digunakan untuk beribadah.
“Ironisnya, musholla ini baru saja direhab oleh Bupati sebelumnya pada tahun 2024,” tegasnya.
Ia menyebut bahwa proyek ini hanya akan memperparah kondisi keuangan daerah yang sedang kolaps, dan apabila tetap dilanjutkan, maka akan menjadi bukti bahwa Pemkab Kuningan gagal melakukan rasionalisasi belanja.
APBD Bangkrut, Pemerintah Harus Introspeksi
Mengakhiri pernyataan sikapnya, Ketua LSM Frontal menyerukan agar Pemkab Kuningan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap manajemen keuangan dan menghentikan proyek-proyek yang tidak prioritas.
“Bangkrutnya APBD Kuningan telah merugikan masyarakat dan menimbulkan efek domino terhadap sektor ekonomi, sosial, hingga tata kelola pemerintahan,” ujarnya.
“Kalau pola pengelolaan seperti ini terus dipertahankan sampai Pilkada 2029, maka bersiaplah Game Over,” tutup Uha Juhana.
(red)