KUNINGAN, KASATU.ID - Kasus kematian janin dalam kandungan di RSU Linggajati, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, terus menyita perhatian publik. Janin yang meninggal dunia setelah hampir dua hari tidak mendapat penanganan medis dari tenaga kesehatan rumah sakit memicu kemarahan masyarakat dan menjadi viral di media sosial. Keluarga korban pun telah melaporkan kasus ini ke Polres Kuningan sebagai dugaan kelalaian medis dan buruknya pelayanan rumah sakit.
Situasi makin memanas setelah pengacara kondang Hotma Paris melayangkan somasi kepada pihak RSU Linggajati disusul dengan langlah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menemui langsung keluarga korban. Dalam pernyataannya yang terekam dalam video dan telah beredar luas, Gubernur meminta Bupati Kuningan agar segera mencopot Direktur RSU Linggarjati dari jabatannya untuk memberi ruang bagi penyelidikan yang objektif oleh Dinas Kesehatan, kepolisian, maupun lembaga etik kedokteran dan keperawatan.
Sikap tegas Gubernur Dedi Mulyadi mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat. Salah satunya datang dari Donny Sigakole, Wakil Ketua Ormas Pekat IB Kabupaten Kuningan. Ia menyatakan bahwa kasus ini bukan semata soal institusi rumah sakit, tapi soal kelalaian serius dari petugas medis yang bertugas saat itu.
“Ini bukan soal rumah sakitnya saja, tapi soal tanggung jawab moral dan hukum dari tenaga medis yang mengabaikan pasien dalam keadaan darurat,” tegas Donny saat diwawancarai KASATU.ID, Jum'at (18/7/2025).
Donny menilai bahwa kelalaian petugas medis yang tidak segera menangani pasien dalam keadaan darurat bisa dijerat dengan Pasal 531 KUHP, bukan hanya sekadar dianggap malpraktik.
“Pasal 531 KUHP jelas menyebut, kalau ada orang melihat orang lain dalam bahaya maut tapi tidak memberi pertolongan padahal bisa, itu pidana. Dokter dan perawat yang tahu kondisi pasien tapi tetap membiarkan tanpa tindakan apa pun, itu masuk. Harus diproses hukum,” ujarnya.
Menurut Donny, tidak ada tindakan medis yang diberikan kepada ibu hamil tersebut selama hampir dua hari. Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa kasus ini bukan lagi soal kesalahan prosedur medis atau malpraktik, melainkan kelalaian murni yang berpotensi masuk pidana umum.
“Kalau disebut malpraktik, ya mana tindakan medisnya? Tidak ada. Jadi siapa yang diperiksa etiknya? Yang ada ini kelalaian berat. Saya minta polisi tegas! Jangan hanya rumah sakit yang disalahkan. Dokter jaga, dokter kandungan, dan perawat yang bertanggung jawab saat itu harus dijadikan tersangka,” tegasnya.
Ia juga menyoroti langkah Gubernur dan Bupati Kuningan yang mencopot Direktur RSU Linggarjati. Menurutnya, meski itu langkah berani dan perlu untuk menunjukkan keseriusan pemerintah daerah, pencopotan tersebut jangan sampai menyamaratakan kesalahan individu sebagai kesalahan institusi.
“RSU Linggajati bukan rumah sakit baru. Sudah bertahun-tahun berdiri, punya akreditasi, sudah banyak bayi yang lahir sehat di sana. Jadi kalau rumah sakitnya dihukum karena kelalaian personal, itu menurut saya tidak adil,” katanya.
Namun, ia memahami langkah tersebut sebagai bentuk tanggung jawab moral dan pembenahan sistem.
“Saya bisa terima kalau direktur dicopot demi memberi ruang penyelidikan. Tapi yang utama, tangkap dulu petugas medis yang lalai itu. Biar jadi pelajaran buat dokter dan perawat lainnya di Kuningan bahkan seluruh Indonesia,” ujarnya lantang.
Menurut Donny, tindakan pembiaran seperti ini sangat membahayakan kepercayaan publik terhadap rumah sakit pemerintah. Ia berharap kasus ini diusut tuntas dan menjadi momentum perbaikan pelayanan kesehatan, khususnya dalam penanganan kondisi darurat.
“Kalau ini dibiarkan, rakyat bisa takut datang ke rumah sakit. Kalau bayi meninggal karena tidak ditangani, siapa lagi yang berani melahirkan di rumah sakit daerah? Ini soal nyawa. Saya minta penegakan hukum jangan ragu-ragu!” pungkasnya.
Sementara itu, pihak Polres Kuningan menyatakan telah menerima laporan dari keluarga korban dan kini tengah melakukan penyelidikan. Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan juga telah membentuk tim audit internal, sementara organisasi profesi kedokteran dan keperawatan dikabarkan akan turun tangan jika ditemukan indikasi pelanggaran etik dan profesional.
Kasus ini menjadi perhatian masyarakat luas dan diharapkan menjadi momentum koreksi besar dalam sistem pelayanan kesehatan, terutama di fasilitas milik pemerintah.
.RED