Notification

×

Iklan

Iklan

Potret APBD Kuningan Juli 2025: Belanja Pegawai Ngebut, Pembangunan Jalan di Tempat?

Kamis, 17 Juli 2025 | Juli 17, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-17T00:26:19Z

KUNINGAN, KASATU.ID - Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kuningan hingga 16 Juli 2025 menunjukkan ketimpangan serius dalam struktur penyerapan anggaran. Angka-angka yang tercantum dalam portal resmi DJPK Kementerian Keuangan RI memperlihatkan kecenderungan pengeluaran yang lebih condong pada belanja rutin ketimbang pembangunan produktif. Keadaan ini menimbulkan pertanyaan mengenai arah prioritas pemerintah daerah, efektivitas pengelolaan fiskal, serta potensi ketidaksesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan anggaran.


Belanja Pegawai Tertinggi, PAD Masih Rendah


Hingga pertengahan tahun, belanja pegawai telah mencapai Rp664,67 miliar atau 49 persen dari pagu anggaran sebesar Rp1,35 triliun. Angka ini menjadi komponen belanja terbesar dalam struktur APBD Kuningan. Artinya, hampir separuh dana untuk membayar gaji, tunjangan, dan honor pegawai telah dikeluarkan hanya dalam kurun enam bulan pertama tahun anggaran.


Namun di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan indikator kemandirian fiskal daerah justru masih rendah. Dari target Rp481,31 miliar, baru terkumpul Rp187,55 miliar atau sekitar 38,97 persen. Realisasi PAD yang lambat ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan pendapatan dari sektor pajak daerah, retribusi, dan kekayaan daerah belum optimal.


Kesenjangan ini menimbulkan kontradiksi yang mencolok. Pemerintah daerah mampu secara agresif membelanjakan untuk kebutuhan internal birokrasi, namun belum menunjukkan performa yang kuat dalam menggerakkan potensi pendapatan lokal. Dalam jangka panjang, ketidakseimbangan semacam ini dapat memperkuat ketergantungan terhadap dana dari pemerintah pusat dan melemahkan otonomi fiskal daerah.


Belanja Modal Tertinggal Jauh


Salah satu indikator utama dari pembangunan daerah adalah belanja modal, yaitu dana yang digunakan untuk membangun infrastruktur seperti jalan, gedung sekolah, pasar, dan fasilitas umum lainnya. Di Kabupaten Kuningan, pagu belanja modal mencapai Rp247,49 miliar. Namun hingga pertengahan Juli, realisasi belanja modal hanya mencapai Rp21,47 miliar atau 8,67 persen.


Capaian ini menunjukkan lemahnya penyerapan pada sektor yang seharusnya memberikan dampak langsung terhadap masyarakat. Minimnya realisasi belanja modal menandakan bahwa banyak proyek pembangunan belum dijalankan, baik karena belum dilelang, belum ada persiapan teknis, atau terkendala prosedur birokrasi lainnya.


Ketertinggalan ini semakin kontras ketika dibandingkan dengan belanja pegawai yang hampir menyentuh 50 persen. Jika dibiarkan, kondisi ini berisiko menyebabkan keterlambatan dalam pembangunan infrastruktur dasar yang sangat dibutuhkan masyarakat. Lebih lanjut, ini bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi lokal yang tergantung pada perputaran kegiatan fisik dan investasi pemerintah.


Dana Pinjaman Sudah Cair, Proyek Belum Jalan


Kejanggalan lainnya muncul dari pos pembiayaan. Pemerintah Kabupaten Kuningan pada tahun ini menerima pinjaman daerah sebesar Rp25 miliar, dan seluruh dana tersebut telah dicairkan 100 persen. Namun hingga pertengahan tahun, belanja modal yang seharusnya menjadi sasaran utama penggunaan pinjaman justru baru terserap kurang dari 10 persen.


Situasi ini memunculkan pertanyaan, ke mana dana pinjaman tersebut dialokasikan? Jika proyek yang menjadi dasar pengajuan pinjaman belum dijalankan, maka pencairan penuh dana tersebut dapat menimbulkan risiko tata kelola. Di sisi lain, jika dana hanya diparkir di kas daerah tanpa segera digunakan, maka manfaatnya menjadi tertunda, bahkan berpotensi membebani keuangan daerah melalui kewajiban bunga atau cicilan yang tidak produktif.


Praktik pengelolaan pinjaman yang tidak disertai disiplin implementasi pembangunan dapat memunculkan potensi pemborosan fiskal dan menggerus kepercayaan publik terhadap transparansi penggunaan utang.


Belanja Tidak Terduga Tinggi Tanpa Kejadian Luar Biasa


Belanja Tidak Terduga (BTT) adalah pos anggaran yang disiapkan untuk menghadapi kondisi darurat seperti bencana alam, krisis kesehatan, atau kebutuhan mendesak lainnya yang tidak bisa diprediksi. Di Kabupaten Kuningan, BTT dialokasikan sebesar Rp12 miliar dan hingga pertengahan tahun telah terealisasi Rp4,95 miliar atau 41,25 persen.


Yang menjadi ganjil adalah tidak adanya laporan kejadian luar biasa atau kondisi darurat skala besar di Kuningan sepanjang semester pertama 2025. Tidak tercatat bencana besar, pandemi baru, atau kerusuhan yang memerlukan dana BTT dalam jumlah signifikan. Maka dari itu, tingginya penggunaan anggaran ini perlu ditelusuri lebih lanjut.


Ketika pos darurat digunakan secara longgar, bukan hanya berpotensi melanggar prinsip efisiensi, tetapi juga bisa membuka ruang untuk penyalahgunaan wewenang dalam pembelanjaan tanpa prosedur pengadaan yang ketat.


Anomali Angka Negatif di Pembiayaan Daerah


Salah satu catatan yang paling mencolok adalah pembiayaan daerah yang tercatat minus Rp4,73 miliar atau -19,76 persen. Angka ini muncul dalam laporan resmi, namun tidak disertai keterangan jelas mengenai penyebab atau koreksi yang dilakukan.


Dalam sistem keuangan daerah, pembiayaan biasanya mencerminkan sisa lebih anggaran, penerimaan pinjaman, atau pengeluaran untuk membayar utang. Angka negatif dalam realisasi pembiayaan dapat menunjukkan koreksi akuntansi, ketidaksesuaian pencatatan, atau bahkan kesalahan pelaporan.


Tanpa penjelasan resmi, publik dapat kesulitan memahami apakah ini merupakan kesalahan teknis atau gejala dari perencanaan yang kurang cermat. Anomali ini mempertegas pentingnya keterbukaan informasi dan akses terhadap penjelasan teknis yang bisa dipahami oleh masyarakat umum.


Dana Transfer Sudah Cair, Layanan Belum Maksimal


Dana transfer dari pemerintah pusat ke Kuningan tahun ini mencapai Rp2,17 triliun. Dari jumlah itu, Rp841,06 miliar atau 38,65 persen telah ditransfer ke kas daerah. Namun ironisnya, belanja barang dan jasa yang merupakan komponen utama dari pelayanan publik baru terealisasi Rp260,27 miliar atau 33,36 persen.


Dengan dana yang sudah masuk, seharusnya program-program seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pengadaan kebutuhan dasar masyarakat bisa segera dijalankan. Namun rendahnya realisasi belanja operasional menunjukkan kemungkinan adanya kendala administratif, perencanaan yang lambat, atau belum selesainya proses pengadaan.


Kondisi ini bisa berdampak langsung terhadap keterlambatan layanan publik, minimnya dampak ekonomi daerah, serta kurangnya kehadiran negara di tengah masyarakat.


APBD Masih Dikuasai Belanja Rutin


Secara total, hingga pertengahan tahun 2025, realisasi pendapatan daerah baru mencapai 36,76 persen, sementara belanja daerah terserap 34,71 persen. Jika dilihat lebih dalam, hampir semua penyerapan tertinggi berada di sektor belanja pegawai, sementara sektor-sektor pembangunan dan pelayanan publik tertinggal jauh.


Ketimpangan ini menunjukkan bahwa APBD Kuningan masih belum menunjukkan arah yang sehat secara fiskal. Ketergantungan pada transfer pusat, minimnya inovasi PAD, serta rendahnya belanja pembangunan menjadi tantangan serius yang perlu dibenahi.


Kondisi ini menjadi peringatan penting bahwa pengelolaan anggaran tidak hanya soal serapan tinggi, tetapi soal efektivitas, keadilan, dan keberpihakan pada kepentingan masyarakat luas.


.RED

×
Berita Terbaru Update