KUNINGAN, KASATU.ID - Mutasi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPT) tahap dua di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuningan yang diumumkan Senin pagi (14/7/2025) langsung memunculkan kontroversi. Sorotan tajam datang dari Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, yang menyebut penempatan suami-istri ASN dalam satu dinas strategis sebagai bentuk kemunduran moral birokrasi dan preseden buruk dalam praktik reformasi ASN di daerah.
Uha menyoroti penunjukan Purwadi Hasan Darsono, S.Hut., M.Sc sebagai Kepala Bappeda, sementara istrinya, Rinekawiati Soelaeman, MT., MPP, menduduki posisi Sekretaris Bappeda dalam struktur yang sama. Artinya, sang suami bertindak sebagai atasan langsung dari istrinya sendiri dalam jabatan struktural yang bersentuhan langsung dengan perencanaan, penganggaran, dan penyusunan kebijakan daerah.
“Kepala dan Sekdis Bappeda adalah pasangan suami istri. Ini bukan hanya persoalan tata kelola, ini cacat etika. Rawan konflik kepentingan dan melecehkan semangat reformasi birokrasi,” tegas Uha dalam keterangannya kepada Kasatu.id.
Meski secara normatif tidak ada regulasi yang secara eksplisit melarang pasangan suami-istri menduduki jabatan di satu OPD, Uha menekankan bahwa sejumlah regulasi justru menekankan prinsip-prinsip dasar ASN seperti netralitas, integritas, dan bebas dari konflik kepentingan. Di antaranya adalah Pasal 5 huruf k dan n dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS yang menyatakan bahwa setiap ASN wajib menghindari benturan kepentingan dan dilarang menyalahgunakan wewenang. Selain itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dengan tegas mewajibkan ASN menjunjung tinggi asas netralitas dan menjauhi nepotisme serta penyalahgunaan kekuasaan.
“Bagaimana mungkin seorang istri bisa bersikap objektif saat harus mengoreksi perintah atau keputusan suaminya sendiri? Ini bukan hanya menciptakan ruang abu-abu dalam birokrasi, tapi bisa menjadi lubang gelap penyalahgunaan wewenang,” ujar Uha.
Ia juga mempertanyakan kinerja Baperjakat Pemkab Kuningan yang dinilai mengabaikan prinsip merit system dan etika publik dalam proses penempatan jabatan tersebut. Menurutnya, Bappeda adalah jantung perencanaan daerah, dan pengambilan keputusan di dalamnya tidak boleh dibayangi loyalitas keluarga. Lebih lanjut, ia mendesak agar Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) turun tangan mengevaluasi kebijakan mutasi ini dan memastikan bahwa tidak ada pelanggaran terhadap prinsip-prinsip manajemen ASN yang bersih, objektif, dan bebas kepentingan.
“Kalau ini dibiarkan, maka birokrasi berubah menjadi arena loyalitas rumah tangga, bukan profesionalisme negara. Reformasi birokrasi bisa ambruk hanya karena satu keputusan mutasi yang salah arah,” pungkasnya.
Pernyataan Uha Juhana ini membuka kembali perdebatan tentang batas antara legalitas dan moralitas dalam birokrasi. Ia menegaskan bahwa birokrasi tidak hanya diukur dari kelengkapan administrasi, tetapi juga dari persepsi dan kepercayaan publik. Jika hubungan personal dan kekeluargaan masuk terlalu dalam dalam struktur pemerintahan, maka ruang netralitas, pengawasan, dan kontrol publik menjadi lemah dan bias.
Pemerintah Kabupaten Kuningan hingga berita ini diturunkan belum memberikan tanggapan resmi atas kritik tersebut. Redaksi Kasatu.id membuka ruang klarifikasi dan hak jawab bagi pihak terkait sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
.RED